News

DKI Tidak Bisa Atasi Polusi Udara Sendirian, Daerah Lain Harus Terlibat

Gubernur DKI Anies Baswedan memastikan bakal menindak perusahaan maupun pabrik di Jakarta yang menghasilkan polusi berlebihan. Namun untuk mengatasi polusi di Ibu Kota tidak bisa dilakukan Pemprov DKI saja karena harus melibatkan wilayah penyangga.

Anies mengaku bakal mengajak kepala daerah wilayah penyangga untuk berkolaborasi dalam menangani polusi udara. Apalagi polusi udara didominasi dari sektor industri.

Mungkin anda suka

“Ini menggambarkan bahwa kondisi udara di sebuah wilayah tidak terlepas dari wilayah-wilayah yang lain karena udara dan angin tidak memiliki KTP,” kata Anies, di Jakarta, Minggu (10/7/2022).

Dia meyakini kontribusi polusi udara di DKI turut dihasilkan dari kawasan industri di sejumlah daerah lain. Atas dasar ini dibutuhkan keterlibatan kepala daerah lain untuk sama-sama menekan polusi udara.

“Kami ingin agar semua ambil tanggung jawab karena kemudian konsekuensi dari udara yang tidak sehat itu dirasakan oleh semua termasuk kami yang di Jakarta,” ujar Gubernur Anies.

Perusahaan industri di DKI Jakarta, kata Anies, akan ditindak tegas berupa pencabutan izin lingkungan jika perusahaan diketahui menghasil polusi udara yang berlebihan. Namun dibutuhkan pula rasa tanggung jawab wilayah sekitar untuk mengurangi polusi udara.

Kualitas udara Jakarta sempat menduduki posisi pertama di dunia dengan indeks kualitas udara tidak sehat mencapai indeks 188 pada pertengahan Juni 2022. Wakil Gubernur DKI, Riza Patria menyatakan, volume kendaraan yang meningkat dinilai memicu kualitas udara Ibu Kota menjadi buruk.

“Memang Jakarta ini cukup padat. Kendaraan kembali normal, ada peningkatan polusi,” kata Riza.

Sedangkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI mencatat pada Rabu (15/6/2022) suhu udara yang rendah dan tingkat kelembaban yang tinggi membuat akumulasi polutan sehingga mendorong polusi udara di Ibu Kota. “Akibatnya polutan pencemar udara terakumulasi di lapisan troposfer,” kata Humas DLH DKI Yogi Ikhwan, ketika itu.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button