Pelemahan nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS, pukulan telak bagi perajin tahu tempe. Lantaran, kedelai sebagai bahan baku utama industri tahu dan tempe, sebagian besar harus impor dari Brazil dan Amerika Serikat (AS).
“Untuk kebutuhan kebutuhan kedelai, kami harus impor dari Brazil atau AS. Volumenya tak main-main, sekitar 90 persen. Kalau dolar AS tinggi, ya kami yang kejepit. Saat ini saja sudah berat karena daya beli turun,” papar Ketua Umum Gabungan Koperasi Tahu Tempe Indonesia (Gakoptindo), Aip Syarifuddin kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (20/6/2024).
Saat ini, diakui Aip, sebanyak 994 ribu perajin tahu tempe menyerap sedikitnya 5 juta pekerja yang menjadi anggota Gakoptindo, sedang dilanda galau. Lantaran itu tadi, khawatir nilai tukar dolar AS semakin mahal. Kalau terjadi berdampak kepada tingginya biaya operasional.
“Saat ini saja, kami rasakan daya beli masyarakat tidak seperti biasanya. Sehingga omzet perajin tahu dan tempe boleh dibilang belum pulih. sekarang mau dihantam dolar AS. Ini yang menjadi pemikiran kami,” ungkapnya.
Kata Aip, harga kedelai saat ini masih tergolong normal yakni Rp10 ribu per kilogram. Namun pernah melonjak hingga Rp12 ribu hingga Rp14 ribu per kilogram. Kalau sudah begitu, perajin tahu tempe tak punya banyak pilihan.
“Kalau enggak naikkan harga, kurangi ukuran. Atau mengurangi produksi. Paling parah ya setop operasi. Tapi dampaknya kan luar biasa. Pengangguran. Para emak teriak karena sulit mendapatkan tahu dan tempe,” imbuhnya.
Untuk itu, kata Aip, perajin tahu dan tempe sangat berharap ‘cawe-cawe’ pemerintah dalam mengatasi masalah ini. Ketika dolar AS tinggi, pemerintah sempat memberikan subsidi kedelai Rp1.000 per kilogram. Sayangnya, program tersebut hanya berjalan 4 bulan.
Asal tahu saja, industri tahu dan tempe membutuhkan kedelai sebanyak 3,3-3,5 juta ton per tahun. Sedangkan produksi kedelai lokal hanya 200-300 ribu ton.
“Kami hanya bisa berdoa, mudah-mudahan dolar AS tidak tinggi. Sehingga harga kedelai impor masih bisa terjangkau,” paparnya.
Dalam pembukaan perdagangan Kamis pagi (20/6/2024), kurs rupiah terhadap dolar AS (US$) yang ditransaksikan antarbank di Jakarta, mengalami penurunan 18 poin. Atau setara 0,11 persen menjadi Rp16.383/US$, dibandingkan penutupan kemarin sebesar Rp16.365/US$.