Market

DPR: KTT G20 Momentum Pembuktian Sri Mulyani Jago Renegosiasi Utang Atau Sebaliknya

Di hari terakhir G20 Finance Track, Menteri Keuangan Sri Mulyani bertemu sejumlah pimpinan lembaga keuangan dan perbankan dunia. Forum ini seharusnya dimaksimalkan untuk renegosiasi utang luar negeri Indonesia.

Anggota Komisi XI DPR, Kamrussamad mengingatkan Sri Mulyani agar tidak melupakan renegosiasi utang luar negeri (ULN) dengan sejumlah lembaga perbankan dunia. Jangan sampai forum tersebut hanya seremoni, apalagi dijadikan wahana untuk menambah utang luar negeri baru bagi Indonesia.

“Seharusnya dalam pertemuan dengan pimpinan lembaga perbankan dunia, menteri keuangan Sri Mulyani bisa memperjuangkan renegosiasi Utang Luar Negeri Indonesia. Tapi, renegosiasinya tidak cukup dengan hanya sekedar penghapusan bunga, namun harus penurunan utang pokok,” tegasnya, Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Dalam forum Presidensi G-20 yang berlangsung bulan depan (November), politisi Gerindra ini, mengingatkan Sri Mulyani agar memanfaatkannya untuk renegosiasi utang. “Kita masih punya kesempatan di forum G20 November nanti. G20 harus jadi momen bagi Menkeu Sri Mulyani untuk renegosiasi seluruh utang luar negeri Indonesia,” tandasnya.

Menurut Kamrussamad, anggaran pembayaran bunga utang yang ditanggung APBN, melonjak tiap tahun. Semisal, Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2023, anggaran untuk pembayaran bunga utang mencapai Rp441, 4 triliun. Atau naik 35,5 persen dibandingklan anggaran bunga utang dalam APBN 2022.

Selanjutnya dia menyampaikan bahwa renegosiasi penghapusan bunga utang saja tidak cukup. Apalagi kalau renegosiasinya hanya berupa pengalihan program pembiayaan alias debt swap.”

“Posisi ULN Indonesia pada akhir Agustus 2022, mencapai 397,4 miliar dolar AS. Atau sekitar Rp6.147 triliun (kurs Rp15.470 per dolar AS). Memang turun dibandingkan posisi ULN pada bulan sebelumnya sebesar 400,2 miliar dolar AS,” ungkapnya.

Akan tetapi, lanjut Kamrussamad, posisi ULN secara tahunan atau year on year (yoy) pada Agustus 2022 mengalami kontraksi 6,5 persen. Lebih dalam ketimbang kontraksi pada bulan sebelumnya yang sebesar 4,1 persen (yoy).  “Jadi, kita ingin Menkeu tidak hanya jago menciptakan utang baru, tapi juga handal renegosiasi utang yang ada.,” pungkasnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button