Dua anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Fauzi Amro dan Charles Meikyansah, mangkir dari pemanggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (13/3/2025) kemarin.
Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengatakan ketidakhadiran keduanya disebabkan oleh agenda kunjungan kerja ke daerah yang telah dijadwalkan sebelumnya.
“Untuk DPR RI tidak hadir sudah konfirmasi karena ada kegiatan dewan ke daerah yang sudah terjadwal sebelumnya,” kata Tessa dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (14/3/2025).
Tessa menambahkan bahwa penyidik akan kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap kedua saksi dalam kasus dugaan korupsi penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI).
Namun, jadwal pemanggilan ulang masih menunggu informasi lebih lanjut dari penyidik. “Akan dijadwalkan ulang. Jadwal ulangnya kapan belum tahu,” ujar Tessa.
Dalam perkara ini, penyidik telah memeriksa dua anggota DPR lainnya, yakni Satori dari Fraksi NasDem dan Heri Gunawan (Hergun) dari Fraksi Gerindra, pada Jumat (27/12/2024). Dalam pemeriksaan tersebut, Satori mengungkapkan bahwa seluruh anggota DPR RI, khususnya Komisi XI (2019-2024), menerima aliran dana CSR BI.
“Berkaitan dengan kegiatan program CSR BI anggota Komisi XI. Programnya? Programnya kegiatan untuk sosialisasi di dapil,” kata Satori kepada wartawan usai pemeriksaan.
Ia juga menyebut bahwa dana CSR tersebut disalurkan ke sejumlah yayasan, meskipun tidak merinci identitas penerimanya. “Yayasan yang ada untuk penerimanya itu,” ujarnya.
Setelah pemeriksaan tersebut, penyidik KPK menggeledah rumah Satori di Cirebon, Jawa Barat, serta sejumlah lokasi lain yang tidak disebutkan secara rinci.
Pada Selasa (18/2/2025), Satori kembali diperiksa oleh penyidik KPK. Namun, kali ini ia memilih bungkam soal identitas anggota DPR lainnya yang menerima aliran dana CSR BI.
Modus Korupsi CSR BI
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan dana CSR BI awalnya disalurkan kepada sejumlah yayasan yang terafiliasi dengan oknum anggota DPR, termasuk kerabat dan keluarga dari Satori maupun Hergun. Dengan skema ini, aliran dana tersebut tidak langsung masuk ke rekening pribadi para anggota DPR RI Komisi XI (2019-2024), termasuk Satori dan Heri Gunawan.
“Jadi begini, BI memiliki CSR. Tapi, CSR itu tidak langsung kepada orang, kepada person. CSR itu harus melalui yayasan. Harus melalui yayasan,” ujar Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (21/2/2025).
Asep mengungkapkan, dana CSR ini diberikan kepada Komisi XI, Satori dan Hergun. Kemudian keduanya disebut mendirikan yayasan melalui orang dekatnya. Yayasan digunakan sebagai wadah sekaligus perantara aliran dana.
Setelah dana CSR BI cair ke yayasan milik orang terdekat Satori dan Hergun, uang tersebut kemudian ditransfer kembali ke rekening pribadi mereka dengan modus nominee.
“Yang kami temukan, yang penyidik temukan selama ini adalah, ketika uang tersebut masuk ke yayasan, ke rekening yayasan, kemudian uang tersebut ditransfer balik ke rekening pribadinya, ada yang masuk ke rekening saudaranya, ada ke rekening orang yang memang nomineenya mewakili dia,” ujar Asep.
Uang yang telah dikantongi kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi, termasuk pembelian aset properti. Untuk menutupi aliran dana tersebut, pihak yayasan membuat laporan fiktif seolah-olah seluruh dana CSR digunakan untuk kegiatan sosial sebagai bentuk pertanggungjawaban kepada BI.
“Tidak keseluruhannya tapi, tetap ada kegiatan sosialnya, ada, tapi itu hanya digunakan untuk kamuflase untuk laporan. Jadi dari 10 misalkan, 10 bikin rumah dikerjakan misalkan 3. Nah itu digunakan untuk laporan. Jadi tetap karena BI juga menerima meminta laporan,” jelas Asep.