Market

Dugaan Cuci Uang Rp189 Triliun di Bea Cukai, Kemenkeu Bantah Begini

Temuan PPATK tentang dugaan cuci uang dalam impor emas batangan di Bea Cukai senilai Rp169 triliun, menurut anak buah Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sudah ditindaklanjuti.

Disampaikan Staf Khusus Menteri Keuangan bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo melalui akun twitter @prastow, Jakarta, Selasa (4/4/2023), duduk perkara ini berawal dari ekspor emas batangan oleh PT Q.

“Ekspor yang menjadi indikasi awal adanya tindak pidana di bidang kepabeanan oleh PT Q dan tentu penyidikan yang dilakukan menyeluruh hingga tahapan impor. Itulah duduk perkara secara kronologis,” cuit Prastowo.

Pada Januari 2016, menurut Prastowo, Kantor Pelayanan Utama Bea Cukai Soekarno-Hatta (KPU BC Soetta) telah melakukan melakukan penindakan atas eksportasi emas, melalui kargo yang dilakukan PT Q. Dilakukan penyidikan di bidang kepabeanan.

Kala itu, PT Q memasukkan dokumen Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) dengan pemberitahuan sebagai perhiasan bekas. Namun, petugas KPU BC Soetta mendeteksi adanya kejanggalan pada profil eksportir dan tampilan X-ray. Kemudian, diterbitkanlah Nota Hasil Intelijen (NHI) guna mencegah pemuatan barang.

“Saat dilakukan pemeriksaan terhadap barang ekspor disaksikan Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK), dan perusahaan security transporter (DEF), ditemukan emas batangan (ingot). Artinya apa, itu tidak sesuai dengan dokumen PEB. Bahkan, seharusnya ada persetujuan ekspor dari Kementerian Perdagangan,” terangnya.

Prastowo menjelaskan, ditemukan bahwa dalam setiap kemasan, disisipkan emas berbentuk gelang dalam jumlah kecil. Diduga untuk mengelabui mesin X-ray, seolah barang yang akan diekspor, merupakan bentuk perhiasan. Dengan demikian, dilakukan penegahan dan penyegelan barang dalam rangka penyelidikan lebih lanjut.

Sebelumnya, pada 2015, kata Prastowo, PT Q pernah mengajukan permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 Impor (Dasar Pengenaan Pajak/DPP senilai Rp7 triliun). Akan tetapi, permintaan itu ditolak Direktorat Jenderal Pajak.

Karena, lanjut Prastowo, PT Q tidak dapat memberikan data yang menunjukkan impor tersebut, menghasilkan emas perhiasan tujuan ekspor. “Hal tersebut memang modus PT Q mengaku sebagai produsen gold jewellry tujuan ekspor untuk mendapat fasilitas tidak dipungut PPh Pasal 22 Impor emas batangan yang seharusnya 2,5 persen dari nilai impor,” lanjut Prastowo.

Setelah dinyatakan P-21, ujar Prastowo, atas perkara PT Q dilakukan persidangan dengan hasil putusan terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Oleh karenanya, jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan kasasi yang menyatakan PT Q terbukti bersalah melakukan tindak pidana. Namun, PT Q mengajukan Peninjauan Kembali (PK) yang menyatakan PT Q terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan tetapi bukan merupakan tindak pidana.

Sejalan dengan penanganan perkara PT Q tersebut, ia mengungkapkan Kemenkeu dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) bersinergi dengan pemeriksaan proaktif atas entitas PT Q oleh PPATK, penelitian administrasi kepabeanan oleh Ditjen Bea Cukai, penelitian administrasi perpajakan oleh Ditjen Pajak, serta penyelidikan dugaan TPPU.

Berdasarkan kasus PT Q serta penemuan kesamaan modus, PPATK menyampaikan surat rekomendasi kepada Bea Cukai berisi Informasi Hasil Pemeriksaan (IHP) atas grup perusahaan yang bergerak di bidang emas meliputi sembilan wajib pajak badan dan lima wajib pajak orang pribadi, dengan total nilai transaksi keuangan (keluar-masuk) sebesar Rp189,7 triliun.

Ditjen Bea Cukai kemudian menindaklanjuti surat rekomendasi tersebut, salah satunya dengan analisis kepabeanan (ekspor-impor) dan disimpulkan belum ditemukan indikasi pelanggaran pidana di bidang kepabeanan.

Mempertimbangkan tidak adanya unsur pidana kepabeanan dan telah dilakukan penyidikan serta divonis, namun kalah di tingkat PK, kata Prastowo, maka dilakukan optimalisasi melalui tindak lanjut aspek perpajakan melalui surat rekomendasi PPATK disampaikan ke Ditjen Pajak.

Data di surat rekomendasi tersebut dimanfaatkan Ditjen Pajak untuk pemeriksaan bukti permulaan terhadap PT Q, sehingga wajib pajak melakukan pengungkapan ketidakbenaran dan diperoleh pembayaran sebesar Rp1,25 miliar, serta berhasil mencegah restitusi lebih bayar Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan 2016 yang sebelumnya diajukan oleh PT Q sebesar Rp1,58 miliar.

Prastowo menegaskan, Kemenkeu tidak mendiamkan apalagi menutup-nutupi data PPATK ke Menteri Keuangan Sri Mulyani.

“Kemenkeu akan terus berkoordinasi dengan PPATK dan aparat penegak hukum lain, tentu dalam arahan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, untuk memastikan tindak lanjut bersama sesuai kewenangan apabila terdapat indikasi TPPU berdasarkan penyidikan pidana asal,” kata Prastowo.

Mengingatkan saja, kasus ini mencuat setelah pernyataan Menko Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) bersama Komisi III DPR dan Komite Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Terang-terangan, Mahfud menyebut adanya dugaan pencucian uang di Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea dan Cukai dengan 15 entitas senilai Rp189 triliun atas impor emas batangan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button