Dugaan Korupsi Impor Gula, Dua Bekas Anak Buah Tom Lembong Digarap Kejagung

Selasa, 12 November 2024 – 12:56 WIB

Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar. (Foto: Inilah.com/ClaraAnna)

Berita Terkini, Eksklusif di WhatsApp Inilah.com

+ Gabung

Pengusutan kasus dugaan korupsi impor gula tahun 2015-2016, terus diusut. Untuk pendalaman, sebanyak dua orang bekas anak buang Tom Lembong pun diperiksa oleh Kejaksaan Agung (Kejagung).

Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar mengatakan, saksi yang diperiksa adalah SH selaku Kasubdit Hasil Industri pada Direktorat Bahan Pokok dan Barang Strategis tahun 2015, dan SA selaku Direktur Jenderal Kementerian Perdagangan tahun 2016.

“Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus memeriksa 2 orang saksi,” katanya kepada wartawan, di Jakarta, Selasa (12/11/2024).

Diketahui, dalam perkara ini Kejagung sudah menetapkan dua tersangka, yaitu Thomas Trikasih Lembong atau Tom Lembong selaku Menteri Perdagangan 2015-2016 dan Charles Sitorus selaku mantan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PT PPI).

Advertisement

Awal mula perkara dimulai pada tahun 2015. Kala itu n Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian tanggal 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus gula sehingga tidak membutuhkan impor gula. Namun, Tom Lembong sebagai Menteri Perdagangan saat itu tetap mengeluarkan izin Persetujuan Impor (PI) untuk 105.000 ton Gula Kristal Mentah (GKM) kepada PT Angel Product (PT AP), untuk diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

Tom Lembong dianggap telah menabrak aturan dalam keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, di mana yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN. Kemudian, pada tanggal 28 Desember 2015, Rakor Bidang Perekonomian menyimpulkan bahwa stok gula nasional diperkirakan mengalami defisit pada 2016 sebesar 200.000 ton. Atas dasar ini, pada Januari 2016, Tom Lembong mengeluarkan Surat Penugasan untuk PT PPI guna mengimpor 300.000 ton GKM dengan tujuan menstabilkan harga dan memenuhi stok gula.

Atas arahan Charles, PT PPI kemudian menjalin pertemuan dengan delapan perusahaan swasta pengolah gula, yaitu, PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU), PT Andalan Furnindo (AF), PT Angel Product (AP), PT Makassar Tene, PT Berkah Manis Makmur (BMM), PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ), PT Duta Segar Internasional (DSI), dan PT Medan Sugar Industri (MSI) di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali.

Kemudian, pada bulan Januari 2016, Tom Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI dengan Surat Nomor 51 tanggal 12 Januari 2016, yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.

Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT Kebun Tebu Mas (KTM), meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).

Atas sepengetahuan dan persetujuan Tom Lembong, dokumen Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung.

Selain itu, persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.

Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi. Setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut.

Dalam skema ini, gula yang telah diolah oleh perusahaan swasta kemudian dijual ke pasar melalui distributor dengan harga Rp16.000 per kilogram, yang lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi (HET) senilai Rp13.000 per kilogram. Ironisnya, gula tersebut tidak dijual melalui operasi pasar. PT PPI pun mendapat fee dari setiap kilogram gula yang diolah perusahaan swasta, senilai Rp105.

Topik

BERITA TERKAIT