Duit Asing Ramai-ramai Tinggalkan Indonesia Rp19 Triliun, Bos BI: Ada Libur Panjang


Mungkin tak banyak yang tahu, aliran modal asing yang keluar atau capital outflow dari pasar keuangan Indonesia, cukup besar. Angkanya sekitar Rp19 triliun. Kenapa besar? Menurut .

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, alasan capital outflow pada Maret 2024 mencapai Rp19 triliun, sepele saja. Bahkan sulit diterima akal sehat. “Aliran modal asing keluar meningkat pada Maret 2024, karena saat itu, pasar uang RI sedang libur panjang. Selama 10 hari dalam rangka Idul Fitri 2024,” kata Perry dalam rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Jakarta, Senin (24/6/2024).

Saat itu, lanjut Perry, pasar punya ekspektasi terhadap suku bunga di negeri Paman Sam, atau Fed Fund Rate (FFR), bakal turun sebanyak 2-4 kali.

Kenyataannya semua meleset. Karena FFR hanya turun sekali di akhir tahun. Seiring membaiknya perekonomian AS. “Waktu itu terjadi ketegangan geopolitik di Timur Tengah,” papar Perry.

Perry menjelaskan, modal asing yang keluar dari surat berharga negara (SBN) mencapai Rp15,60 triliun, sedangkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) mengalami outflow Rp3,56 triliun. “Itu yang menyebabkan kami harus memperkuat langkah-langkah moneter, guna memperkuat rupiah,” kata Perry.

Agar rupiah tidak semakin ‘babak belur’ di mata dolar AS, pria asal Sukoharjo, Jawa Tengah ini, menjelaskan 3 hal yang telah ditempuh. Yakni, intervensi menggunakan cadangan devisa (cadev). “Sehingga cadangan devisa yang semula di atas 140 miliar dolar AS, menjadi 139 miliar dolar AS,” ujar Perry.

Sampai sekarang pun, ungkap Perry, BI terus melakukan intervensi. Namun, tidak hanya dengan menggunakan cadev. Bank sentral melakukan intervensi melalui SRBI dengan underlying SBN. BI menawarkan SRBI kepada investor. Tenor yang ditawarkan yakni 3, 6, dan 12 bulan.

Jika aliran uang asing masuk melalui SRBI maka persediaan dolar AS meningkat. Hal ini berdampak kepada menguatnya mata uang rupiah. Sehingga, SRBI merupakan langkah kedua BI dalam memperkuat kurs. “Oleh karena itu, supaya laku ya suku bunga SRBI-nya kami naikkan,” kata Perry.

Jika kondisinya membaik, dia memastikan suku bunganya bisa kembali diturunkan. Pada saat gejolak di Maret dan April, BI melakukan lelang SRBI dan menaikkan suku bunga dalam rangka menekan outflow.

Ketiga, BI menaikkan suku bunga pada April 2024. Ini dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar. “Kami memastikan inflasi 2024-2025 cukup rendah. Oleh karena itu, pada bulan April, BI menggunakan 3 instrumen,” tegasnya.

Alhasil, rupiah sempat menguat di kisaran Rp15.800 – Rp 16.000 per dolar AS. Namun umurnya tidak lama, kembali ‘terkapar’ pada Juni 2024. Selain kondisi global mulai dari FFR, US Treasury hingga kebijakan ECB, BI mencatat ada dua penyebab pelemahan rupiah dari domestik.

Faktor domestik pertama, permintaan dolar dari korporasi cukup tinggi untuk keperluan repatriasi dividen dan pembayaran utang. Kedua adalah persepsi pasar terkait dengan kesinambungan fiskal di masa depan.