News

Dukung Sistem Tertutup, PDIP: Tak Mungkin Partai Ugal-ugalan Menempatkan Orang

Mahkamah Konsitusi (MK) gelar sidang gugatan sistem proporsional terbuka. PDIP sebagai satu-satunya partai pendukung sistem proporsional tertutup, turut menyampaikan pandangannya dalam sidang ini.

Anggota DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan mengatakan partai politik tentu memiliki standar dalam menyeleksi kadernya untuk ditempatkan sebagai wakil rakyat di parlemen.

Maka menurutnya, sangat tidak relevan jika sistem proporsional tertutup yang kini sedang diperjuangkan, disebut bisa mengakibatkan masyarakat seperti membeli kucing dalam karung. Alasannya, dalam era media sosial seperti sekarang, sangat mudah mencari rekam jejak calon wakil rakyat.

“Apa iya parpol mau ugal-ugalan menempatkan orang? Pastinya tidak karena akan berimplikasi langsung pada elektoral partai itu sendiri,” ungkap Arteria dalam sidang MK yang disiarkan chanel YouTube MK, Kamis (26/1/2023).

Lebih jauh ditegaskan, sistem proporsional terbuka sebagaimana sudah diterapkan Indonesia di era reformasi tidak cocok untuk pemilih yang berwawasan minim.

“Sejak penerapan sistem proporsional terbuka, ternyata dalam praktiknya timbul berbagai dinamika yang tidak diharapkan,” kata Arteria yang menyampaikan langsung di sidang.

“Sebagai contoh, fraksi PDI-P menyampaikan berbagai temuan, diperlukan waktu dan tenaga SDM yang lebih untuk melakukan rangkaian proses administrasi, pencetakan surat suara masing-masing daerah, kesulitan pemilih khususnya bagi pemilih yang tidak cukup memadai pengetahuan politiknya,” lanjut Arteria.

Diketahui, enam kader partai politik telah melayangkan gugatan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi terkait sistem proporsional tertutup dalam perhelatan Pemilu Legislatif 2024.

Mereka menilai sistem proporsional terbuka yang berlaku saat ini bertentangan dengan UUD 1945, yakni pasal 1 ayat 1, pasal 18 ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 22E ayat 3, dan pasal 28 D ayat 1.

“Menyatakan frase ‘terbuka’ pada pasal 168 ayat 2 UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” ujar pihak pemohon sebagaimana dilansir dari website Mahkamah Konstitusi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button