Market

Ekonom Ini Pede UMKM Tahan Banting dari Pengaruh Resesi Global

Selasa, 18 Okt 2022 – 09:49 WIB

Sri Mulyani Ungkap 4 Hal yang Bikin Potensi Resesi Jadi Sangat Nyata - inilah.com

Foto: iStockphoto.com

Resesi global sudah diproyeksikan terjadi pada 2023 oleh banyak kalangan terutama untuk negara-negara besar, seperti AS, Eropa, dan China. Namun, nasib usaha mikro kecil dan menengah alias UMKM di Tanah Air ditengarai lebih tahan banting dari pengaruh resesi tersebut.

“Kalau UMKM itu kuncinya begini, sepanjang tidak ada yang menghalanginya untuk bergerak, menjalankan usahanya, UMKM jadi lebih bisa bertahan lah. Dikatakan aman sih tidak, tapi ya lebih resilience (tahan banting),” kata Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia kepada Inilah.com di Jakarta, Selasa (18/10/2022).

Faisal mencontohkan, pandemi COVID-19 selama lebih dari dua tahun yang sangat berdampak buruk ke UMKM. “Nah, kalau tidak ada pandemi boleh berjualan lagi. Nah, UMKM-nya bergerak,” timpal dia.

Saat resesi global terjadi, sambung Faisal, UMKM domestik tidak terlalu banyak berhubungan dengan ekonomi luar. “Hanya sebagian kecil saja karena UMKM kita mengandalkan pasar dalam negeri,” papar dia.

Kondisi itu, menurutnya, berbeda dengan perusahaan-perusahaan yang memiliki proporsi ekspor yang sangat besar dan orientasi pasarnya memang ke luar negeri.

“Jika krisis global turut menerpa Indonesia, kalau belajar dari hasil survei pandemic kemarin, masalahnya yang susah itu kan akses pasarnya untuk UMKM,” ucapnya.

Saat pandemi terkendali, dikatakan Faisal, harusnya akses pasar menjadi lebih bagus tapi ini tetap perlu lebih didorong lagi. “Lalu selanjutnya masalah pembiayaan dan bahan baku,” ujarnya.

Faktor bahan baku inilah, kata dia, yang biasanya berpengaruh dari resesi global terhadap UMKM yang memproduksi barang yang bahan bakunya berasal dari luar negeri. “Sehingga, UMKM yang seperti ini perlu mencari alternatif sumber bahan baku yang lain. Kalau bisa ya dari dalam negeri walaupun mungkin dari spesifikasinya berbeda dan lebih mahal,” timpal Faisal.

Akan tetapi, ia menggarisbawahi, sepanjang UMKM dapat menjangkau pasar dengan baik teurutama pasar tradisional dalam negeri semestinya lebih bisa bertahan. “Umumnya pelaku usaha memang perlu mendorong efisiensi pada saat sekarang, karena kita dihadapkan pada masa di mana ongkos produksi naik karena adanya inflasi,” paparnya.

Sementara dari sisi pasar, menurut Faisal, pembeli dan permintaan dalam negeri terhadap produk-produk UMKM masih relatif stagnan. “Pada saat yang sama, permintaan pasar dari luar negeri yang biasanya mengendalikan justru menurun atau kontraksi begitu,” imbuhnya.

Data Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, jumlah UMKM saat ini mencapai 64,19 juta dengan kontribusi terhadap Produk Domsetik Brutor (PDB) sebesar 61,97% atau senilai 8.573,89 triliun rupiah. Kontribusi UMKM terhadap perekonomian Indonesia meliputi kemampuan menyerap 97% dari total tenaga kerja yang ada serta dapat menghimpun sampai 60,4% dari total investasi.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button