Market

Ekonomi AS Babak Belur, General Motors Mulai PHK Karyawan

Lesunya perekonomian di Amerika Serikat (AS) mulai dirasakan industri otomotif. Termasuk General Motors (GM), salah satu pabrikan otomotif terbesar di dunia yang berbasis di Detroit, AS, mulai megap-megap.

Mengutip Reuters, Rabu (3/5/2023), GM bakal melakukan pemutusan hubungan kerja atau PHK besar-besaran. Tujuannya apalagi kalau bukan berhemat. Sehemat-hematnya. Ratusan bahkan ribuan pekerjanya harus kehilangan pekerjaan. Termasuk divisi pengembangan produk global, seperti Warren Tech Center.

Bulan lalu, GM menyatakan, sebanyak 5.000 pekerja memilih untuk keluar dari perusahaan. Pada Maret 2023, GM mem-PHK ratusan karyawan. Alasannya ya itu tadi, berhemat. Dalam rangka transisi kendaraan listrik. Tidak dijelaskan berapa angka persis PHK yang dilakukan GM.

Dalam sebuah memo internal, Chief People Officer GM, Arden Hoffman menuliskan, PHK ditujukan untuk sejumlah eksekutif global, serta karyawan yang dirahasiakan.

Asal tahu saja, GM memiliki sedikitnya 58 ribu staf berbasis gaji standar AS, serta 46 ribu pekerja yang dibayar per jam. Total jenderal karyawan GM secara global tak kurang dari 17 ribu pekerja.

Berdasarkan laporan keuangan 2022, GM merencanakan penghematan US$2 miliar. Atau setara Rp30 triliun (kurs Rp15.000/US$). Penghematan itu dilakukan dalam dua tahun ke depan. Namun, CEO GM, Mary Barra menegaskan bahwa penghematan bukanlah berarti PHK.

Ihwal porak-porandanya perekonomian AS, bukan isapan jempol. Saat ini, Menteri Keuangan AS, Janet Yellen adalah menteri yang paling mumet. Karena, perkembangan ekonomi di AS terus meredup. Bahkan terancam gagal bayar atas utang yang sudah melebihi ambang batas US$31,4 triliun pada Juni 2023. Utang setara Rp461.000 triliun (kurs Rp15.000/US$) itu, hanya bisa diatasi bila Kongres AS menyetujui kenaikan plafon (ambang batas) utang.

Kegalauan itu disampaikan Yellen melalui surat ke kongres. “Kita telah belajar dari pengalaman sebelumnya, ketika keputusan tentang kenaikan atau penundaan pagu utang pemerintah harus menunggu hingga menit-menit terakhir, itu dapat menyebabkan masalah serius terhadap dunia usaha dan kepercayaan konsumen, meningkatkan biaya utang jangka pendek bagi pembayar pajak, dan berdampak negatif terhadap peringkat utang AS,” kata mantan Ketua The Fed, dikutip dari APNews, Rabu (3/5/2023).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button