Eks Bos Kadin: Deindustrialisasi Prematur Biang Kerok Ekonomi Indonesia Ditinggalkan Vietnam


Pengusaha Arsjad Rasjid mengulik sukses Vietnam membangun perekonomiannya hingga mampu menyalip Indonesia. Di masa lalu, kondisi perekonomian negeri naga biru itu, lebih sulit ketimbang Indonesia.

Tapi kini, menurut eks Ketua Kadin Indonesia itu, perekonomian Vietnam melesat tak bisa ada yang menandinginya. Tahun lalu, ekonominya tumbuh lebih dari 7 persen. “Saya mau cerita satu negara yang dulunya struggle kayak kita, eh sekarang jadi jagoan manufaktur dunia. Negara itu adalah Vietnam,” kata Arsjad, dikutip dari akun Instagram @arsjadrasjid, Senin (14/4/2025).

Arsjad menganalogikan pergerakan ekonomi sebuah negara, tak ubahnya adu balap. Seluruh potensi ekonomi adalah mesinnya. Nah, motor utama Vietnam untuk memenangkan adu balap ini adalah industri manufaktur. “Vietnam ternyata punya mesin turbo yakni manufaktur sehingga bisa memenangkan balapan. Meninggalkan jauh Indonesia,” ungkapnya.

Patut disayangkan mesin balap Indonesia yang menurutnya tak bisa optimal. Ketika perekonomian Vietnam melaju kencang, Indonesia malah harus turun mesin. Suka atau tidk, produk Indonesia kalah bersing dengan Vietnam.

“Kalau ekonomi diibaratkan balapan, manufaktur itu mesinnya. Vietnam sudah upgrade jadi mesin turbo. Tapi, mesin kita masih ya gitu-gitu aja. Alhasil, belum sampai garis finish, kita sudah masuk pit duluan dan turun mesin,” cerita Arsjad.

Alhasil, nilai ekspor produk manufaktur Vietnam tembus hingga US$356,7 miliar, atau hampir Rp6.000 triliun (kurs Rp16.700/US$). Sedangkan Indonesia jauh tertinggal dengan capaian ekspor manufaktur hanya US$242,8 miliar (Rp4.054 triliun).

“Manufaktur itu kayak mesin utama. Tanpa mesin (yang baik), mau digas, sekencang apapun, ya nggak jalan. Sekarang, kita mulai kalah cepat,” kata Arsjad.

Dia mengakui, Indonesia saat ini sudah terjebak dalam jurang deindustrialisasi prematur. Di mana, sektor manufaktur di Indonesia justru layu sebelum bisa berkembang secara maksimal.

Indikasinya, lanjut Arsjad, sudah kasat mata. Mulai dari sepinya investasisekto industri, minimnya ekspnasi bisnis manufaktur, banyaknya pemutusan hubungan kerja (PHK) sektor manufaktur. Kini mereka harus bekerja di sektor informal untuk bertahan hidup. “Akibatnya, ekonomi kehilangan mesin penggerak utamanya,” kata Arsjad.

Mumpung masih ada kesempatan, kata Arsjad, Indonesia harus segera berbenah dan mengikuti jejak Vietnam. Tata kembalimesin ekonomi agar bisa bekerja optimal. “Menurut saya, ini waktunya kita copy with pride,” ujarnya menekankan.

Arsjad menyebut satu hal utama yang harus ditiru, yakni reformasi kebijakan yang bukan hanya sekadar wacana atau ‘omon’omon’. Harus bisa diwujudkan agar investor tertarik masuk untuk mengembangkan sektor manufaktur.

Tak berhenti di situ, lanjut Arsjad,pemerintah perlu meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) lokal, salah satunya dengan memfokuskan pendidikan vokasi di tengah masyarakat.

Selain itu, Indonesia juga harus menyiapkan infrastruktur antar daerah agar konektivitas bisa terjaga. Setelahnya, Indonesia bisa fokus melakukan produksi barang-barang yang dicari dunia.