Tahun depan, pemerintah baru ancang-ancang mengerek naik pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Tapi, bisa saja presiden terpilih, Prabowo Subianto menundanya. Jika dinilai lebih banyak mudarat ketimbang manfaat,
Eks Menteri Keuangan era Jokowi, Bambang Brodjonegoro menyarankan pemerintahan baru berhati-hati akan dampak PPN 12 persen. Yang dimaksudnya bukan kenaikan harga atau inflasi yang muncul.
“Kenaikan (PPN) tidak akan berdampak terlalu besar terhadap inflasi tapi tetap harus hati-hati. Mungkin ada dampak terhadap inflasi, tapi ya relatif kecil dan inflasi kita kan secara headline tetap terjaga,” kata Bambang di Jakarta, dikutip Jumat (30//8/2024).
Bambang mengatakan dampak yang relatif kecil itu bisa terlihat ketika pemerintah menaikkan PPN dari 10 persen ke 11 persen pada 2022. Kala itu, dampak kenaikan PPN terhadap inflasi hampir tidak ada. “Kalau dilihat waktu naik dari 10 persen ke 11 persen kan hampir enggak berdampak,” kata dia.
Meski demikian, Bambang tetap menyarankan pemerintah untuk berhati-hati dalam menerapkan PPN. Sebab, kata dia, pajak ini akan dirasakan oleh semua lapisan masyarakat, baik yang kaya maupun miskin. “Semua orang baik kelas menengah, atas maupun kelas aspiring dan yang lebih rendah,” ujar dia.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan amanat dari Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Undang-Undang itu mengamanatkan kenaikan pajak menjadi 12 persen dilakukan paling lambat pada Januari 2025.
Hingga sekarang pemerintah belum menjawab tegas mengenai kepastian kenaikan ini. Dalam beberapa kesempatan, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan keputusan kenaikan akan dibuat Presiden Terpilih Prabowo Subianto.
Menurut Bambang, bola kini ada di tangan pemerintahan yang akan datang mengenai kenaikan PPN jadi 12 persen ini. “Itu pasti akan menunggu pemerintah baru dan itu [kenaikan PPN jadi 12 persen] adalah amanat dari undang-undang,” ujar Bambang.