Arena

Eks Presiden FIFA Sepp Blatter: Memilih Qatar adalah Kesalahan untuk Piala Dunia

Kamis, 10 Nov 2022 – 19:46 WIB

Mantan Presiden badan sepak bola dunia, FIFA, Sepp Blatter, mengakui kesalahannya menunjuk Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022.

“Pilihan Qatar adalah kesalahan,” katanya mengutip The Sun, Kamis (10/11/2022).

Menurut Blatter pada saat keputusan pemilihan, FIFA waktu itu sebetulnya sepakat di Komite Eksekutif bahwa Rusia tuan rumah Piala Dunia 2018 dan Amerika Serikat 2022.

“Itu akan menjadi isyarat perdamaian jika dua lawan politik lama pernah menjadi tuan rumah Piala Dunia,” katanya.

Suhu di Qatar–dan negara-negara kawasan Teluk lain–mencapai 50 derajat Celsius pada musim kemarau. Temperatur paling dingin tetap bikin gerah, yakni 30 derajat Celsius. Tak mungkin bisa bermain sepak bola di suhu sepanas itu.

Qatar terpilih menjadi tuan rumah pada 2 Desember 2010. Mereka meraih suara mayoritas dari 22 komite eksekutif di sidang FIFA, menyingkirkan Korea Selatan, Jepang, Australia, dan Amerika Serikat.

Sebelumnya, Blatter mendukung Qatar dengan menyatakan kawasan Arab, yang memiliki 22 negara, mesti bisa melaksanakan Piala Dunia. Dukungan itu mengacu pada kesuksesan Qatar menggelar Piala Asia 2006.

Kontroversi di balik pemilihan Qatar

Wartawan Prancis, Philippe Auclair, menuliskan kasak-kusuk di balik pemilihan Qatar. Kebetulan sidang FIFA juga mengagendakan pemilihan tuan rumah Piala Dunia 2018, dengan kandidat Spanyol-Portugal, Belanda-Belgia, Inggris, dan Rusia. Maka muncul kongkalikong.

“Saya dukung Anda untuk 2018, Anda dukung saya untuk 2022,” tulis Auclair.

Pada Februari 2010, Qatar–yang digalang oleh Ketua Federasi Sepak Bola Asia Mohammad bin Hammam–disebutkan menjalin kesepakatan dengan penyokong Spanyol-Portugal. Selain wakil dari dua negara Semenanjung Iberia itu, Hammam mendapat sokongan dari Argentina, Guatemala, Brasil, dan Paraguay.

“Memang ada kesepakatan antara Qatar dan Spanyol,” ujar Blatter. Namun dia membantah adanya jual beli suara. “Hasilnya tidak menunjukkan itu.” Rusia terpilih sebagai tuan rumah Piala Dunia 2018.

Majalah olahraga Amerika Serikat, Sports Illustrated, menyebutkan anggota komite eksekutif dari Pantai Gading, Jacques Anouma, dan Issa Hayatou dari Kamerun mendapat masing-masing Rp 17 miliar untuk mendukung Qatar. Namun keduanya membantah.

Pada Juli 2011, FIFA menuding Hammam melanggar kode etik dan memberi hukuman berupa larangan ikut serta di semua kegiatan FIFA seumur hidup. Pria 64 tahun kelahiran Doha itu melawan lewat Pengadilan Arbitrase Olahraga (CAS), yang membatalkan sanksi tersebut.

Kini, dua tahun plus sembilan bulan setelah Qatar terpilih, awan gelap itu tidak kunjung hilang. Di Qatar, musim dingin berlangsung antara Desember dan Februari. Itu merupakan satu-satunya masa dalam setahun saat hujan berpeluang turun di negara beriklim gurun tersebut.

Artinya bakal terjadi anomali besar di Piala Dunia 2022. Sejak pertama kali piala dunia terselenggara pada 1930 di Uruguay, turnamen empat tahunan itu tidak pernah dimulai lebih awal dari 27 Mei (yaitu pada 1934 di Italia) dan berakhir lebih lambat dari 30 Juli (1930 di Uruguay).

Sejak Piala Dunia 1990 di Italia, format waktu dibakukan jadi satu bulan–dengan tiga kali penyelenggaraan di Eropa dan satu kali di Amerika Utara, Asia, serta Afrika.

Namun Blatter berharap idenya itu bisa komite eksekutif FIFA terima, yang akan memberi keputusan lewat sidangnya bulan depan. “Kita harus bisa menerima kenyataan bahwa sepak bola tidak lagi jadi milik Eropa dan Amerika Selatan, tapi milik dunia,” kata Blatter.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button