Market

Eks Stafsus Wapres Yakin Krisis Sri Langka Bisa Menjalar ke RI

Terkait krisis ekonomi Sri Langka, ekonom senior Universtitas Paramadina Wijayanto Samirin mengingatkan bisa dialami Indonesia. suka atau tidak, ekonomi Indonesia cukup fragile.

Menurut Wijayanto yang mantan Stafsus Wapres bidang ekonomi era 2014-2019 ini, peristiwa ekonomi di negara lain, bukan tidak mungkin suatu saat nanti, terjadi di Indonesia. “Jika tidak ada langkah antisipasi. Pengalaman bangsa lain harus menjadi perhatian bersama bagi negara Indonesia yang sangat dinamis perkembangannya. Yang sebenarnya cukup fragile, tapi juga lumayan strong,” papar Wijayanto dalam Kuliah Umum bertajuk Kebangkrutan Ekonomi Srilanka dan Pakistan; Risiko yang Dihadapi Indonesia dan Upaya Mitigasi di Universitas Paramadina, dikutip Senin (25/4/2022).

Dia bilang, krisis ekonomi di Srilanka tak lepas dari kondisi Asia Selatan yang terbilang sangat unik di dunia. Pertama, Sri Langka yang kawasannya kecil, bermukim 25 persen penduduk bumi.

“Kehidupan politik sangat dinamis dan mendominasi. Kedua, Asia Selatan sarat konflik kepentingan internal dan persaingan politik antar Pakistan, Banglades dan India yang pada 1947 merdeka,” ungkap mantan Stafus Wapres Jusuf Kalla ini.

Dikatakan, Pakistan dan Banglades memisahkan diri dari India pada 1971. Secara geopolitik dunia, kawasan tersebut menjadi titik strategis dari negara-negara besar Rusia, Amerika Serikat (AS) dan China. Rusia berkepentingan mencari partner negara yang mempunyai akses ke laut hangat, dan AS mencari proxy Pakistan. Untuk mengimbangi pengaruh Rusia di Asia Selatan.

“Dan, China juga belakangan berkepentingan menyukseskan agenda BRI (Belt and Road Initiative) dengan mencari mitra strategis guna mewujudkan agenda BRI melalui fasilitas pinjaman kepada negara-negara di dunia, khususnya di kawasan Asia Selatan,” tuturnya.

Agenda BRI, kata dia, berintikan untuk suksesnya ekspor produk China, atau impor bahan baku yang dibutuhkan dalam negeri/industri China. Kehadiran China sebagai aktor baru di Asia Selatan menjadikan kawasan itu semakin dinamis.

“Pengaruhnya, di Pakistan ada perseterusan AS dan China, di Nepal ada persaingan India dan China. Di Srilanka pun ada perseteruan antara India dan China. Faktor proyek-proyek China/BRI di Srilanka menjadi salah satu faktor yang kemudian membangkrutkan ekonomi Srilanka. Bukan faktor terpenting tapi salah satu faktor pendorong kebangkrutan,” terangnya.

Selain itu, kata Wijayanto, Asia Selatan merupakan kawasan supplier buruh migran ke seluruh dunia. Terbesar dari India dan Pakistan baru Bangladesh dan Srilanka.

Banyaknya buruh migran dari Asia Selatan disebabkan oleh terbatasnya resources dari wilayah tersebut yang harus dibagi kepada 1,9 miliar penduduk Asia Selatan. Karenanya, warga mencari resources baru yang lebih besar dan tersedia di belahan dunia lain terutama negara-negara maju dan timur tengah.

“Banyaknya buruh migran itu juga menjadi transfer devisa penting bagi negara India, Pakistan, Bangladesh, Nepal dan Srilangka. Yang menarik, ketika terjadi krisis di satu negara Asia Selatan, maka transfer remittance dari buruh migran menjadi membesar. Ada semacam solidaritas dari buruh migran kepada negara-negara bersangkutan ketika mendapat masalah ekonomi,” ungkapnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button