Sepanjang Juni 2024, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, nilai ekspor mencapai US$20,84 miliar. Dengan asumsi kurs Rp16.000/US$, capaian itu setara Rp333,4 triliun. Kontribusi terbesar dari manufaktur sebesar US$16,06 miliar atau Rp256 triliun.
Pelaksana Tugas (Plt) Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (13/7/2024), mengatakan, apabila dirinci berdasarkan golongan, penyumbang terbesar di ekspor nonmigas dan industri pengolahan, antara lain bahan bakar mineral, lemak dan minyak hewani, besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektrik, kendaraan, nikel dan turunannya, mesin, logam mulia, alas kaki, serta produk olahan kimia.
Secara kumulatif pada Januari-Juni 2024, kata Amalia, ekspor manufaktur menyentuh angka US$91,65 miliar (Rp1.466,4 triliun) dengan persentase peran terhadap penjualan di periode yang sama mencapai 73,27 persen.
“Selama Januari-Juni 2024, ekspor nonmigas Indonesia menurut sektor industri pengolahan meningkat 0,40 persen dibanding Januari-Juni 2023 yang disumbang oleh meningkatnya ekspor tembaga,” kata dia.
Secara tahunan atau year on year (yoy), kata dia, penjualan produk Indonesia ke pasar internasional, mengalami kenaikan 1,17 persen. Namun turun 6,65 persen jika dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm).
Penurunan ini, kata dia, disebabkan turunnya ekspor nonmigas sebesar 6,20 persen dari US$20.9 miliar (Rp334,4 triliun), menjadi US$19,6 miliar (Rp313,6 triliun). “Demikian juga ekspor migas turun 13,24 persen, yaitu dari 1,41 miliar dolar AS menjadi 1,2 miliar dolar AS,” katanya.
Menurut dia, sektor lain yang memberikan kontribusi terhadap ekspor Indonesia di bulan Juni yakni pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 394,2 juta dolar AS, serta sektor pertambangan dan lainnya yang berhasil menyumbang ekspor sebesar 3,16 miliar dolar AS.
Merujuk negara tujuan penjualan, China masih menjadi pangsa pasar terbesar RI dengan persentase penjualan sebesar 23,71 persen atau senilai US$4,65 miliar (Rp74,4 triliun). Selanjutnya Amerika Serikat senilai US$1,97 miliar (Rp31,52 triliun), serta India US$1,84 miliar (Rp29,4 triliun).