Keputusan Presiden Jokowi membuka ekspor pasir dari sedimentasi laut adalah warisan masalah serius bagi pemerintahan selanjutnya. Kebijakan tersebut lebih banyak buntungnya ketimbang untung.
Pakar Ekonomi Universitas Mataram (Unram), Ihsan Ro’is menegaskan, ekspor sedimen laut ke luar negeri sangat merugikan pemerintah Indonesia dalam jangka panjang. “Kita banyak ekspor pasir ke Singapura. Ini tidak menguntungkan,” kata Ihsan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Rabu (18/9/2024).
Ihsan mengatakan, pasir laut asal Indonesia yang selama ini dikirim ke Singapura justru dipakai untuk mereklamasi pantai negara tersebut. Sehingga daratan Singapura menjadi lebih luas.
Asal tahu saja, luas Singapura awalnya hanya 578 kilometerpersegi (km2). Kini meluas signifikan hingga 25 persen menjadi 719 kilometer persegi. “Nanti dari daratan itu diambil garis pantai, kena lagi pantai kita. Bahaya juga (bagi kedaulatan dan laut teritorial),” kata Ihsan.
Dia menyarankan pemerintah Indonesia untuk membuat kajian mendalam yang mengupas aspek untung-rugi dari kegiatan ekspor sedimen laut tersebut.
Kalau pertimbangannya setoran dari penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dari para pengusaha sebesar 5 persen dari nilai sedimen yang diekspor, angkanya tidak terlalu signifikan mendorong perekonomian Indonesia.
“Indonesia dalam kerugian besar. Fenomena perubahan iklim, kenaikan muka air laut, kerusakan ekosistem perairan, hingga tenggelamnya pulau-pulau kecil kini menghantui Indonesia sebagai negara kepulauan,” ungkapnya.
Selain itu, kata Ihsan, aktivitas mengeruk sedimen laut untuk diekspor luar negeri, sangat merusak lingkungan. Di mana, biaya pemulihan lingkungan yang rusak lebih besar ketimbang perolehan PNBP dari ekspor sedimen laut.
Sejauh ini, kata Ihsan, belum ada kajian komprehensif yang dibuat pemerintah mengenai kegiatan ekspor sedimen laut tersebut. Padahal, kajian ilmiah yang mendetail dan terpublikasikan sangat penting untuk diketahui publik. Untuk membuka ruang-ruang diskusi yang mencerahkan.
“Jangan kemudian membuat aturan dengan mencabut aturan lama tanpa ada kajian yang bagus,” ucap Ihsan yang merupakan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram tersebut.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia melarang ekspor pasir laut selama 20 tahun demi mencegah perluasan kerusakan lingkungan dan tenggelamnya pulau-pulau kecil.
Saat ini aturan ekspor hasil sedimentasi terbaru tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut serta tindak lanjut dari usulan Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Pihak Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyatakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.