Kanal

‘Emak’ Nani Wijaya: Demensia, Alzheimer dan Ingatan Hilang

Aktris senior Nani Wijaya sebelum dilarikan ke RS Fatmawati, Jakarta Selatan karena sesak napas, sudah mengidap demensia sejak lama. Perilakunya seperti anak kecil imbas dari penyakit demensia yang diidapnya. Bagaimana gejala penyakit ini dan apa bedanya dengan Alzheimer?

Putri Nani Wijaya, Cahya Kamila, mengungkap bahwa sang ibu yang kini berusia 78 tahun, kerap bersikap seperti anak kecil. Tak hanya itu, pemain sitkom Bajaj Bajuri tersebut ternyata juga sudah tak ingat lagi dengan anak-anaknya.

“Sudah enggak ingat sama sekali (dengan anak-anak). Makin ke sini, ingat kalau dipancing, nanti lama-lama makin galak, makin enggak kenal, lama-lama ngelihat saja, lama-lama teriak kayak bayi,” ucap Cahya Kamila ketika menjadi bintang tamu di acara Rumpi.

Cahya dan saudara-saudaranya yang lain merasa sedih melihat kondisi terkini ibunya yang dipangggil Emak di Sinetron Bajaj Bajuri itu. Namun, mereka perlahan sudah mulai bisa menerima hal tersebut.

Hingga Selasa (7/3/2023) sore, kondisi Nani Wijaya disebut sudah membaik setelah dirawat secara intensif di RSUP Fatmawati, Jakarta Selatan. Namun, aktris legendaris itu mesti menjalani trakeostomi untuk menacing alat bantu pernapasan.

Penurunan daya ingat memang menjadi penyakit yang menakutkan di usia lanjut. Di Singapura, satu dari 10 orang di atas usia 60 tahun menderita demensia. Ini setara dengan sekitar 82 ribu orang pada 2018 dan jumlah ini diproyeksikan meningkat menjadi 152 ribu pada 2030.

Sementara di Indonesia sendiri, diperkirakan ada sekitar 1,2 juta orang dengan demensia pada tahun 2016, yang akan meningkat menjadi 2 juta di 2030 dan 4 juta orang pada tahun 2050.

Studi menunjukkan demensia sebagian besar mempengaruhi orang-orang di usia yang lebih tua. Mereka yang berusia di atas 85 tahun memiliki satu atau lebih jenis demensia. Namun hal itu tidak berarti ada hubungan antara demensia dan usia seseorang. Orang dewasa yang lebih muda mungkin juga menderita demensia, tetapi kasusnya relatif rendah.

Apa sebenarnya demensia?

Demensia, mengutip Mayo Clinic, adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan sekelompok gejala yang memengaruhi ingatan, pemikiran, dan kemampuan sosial yang cukup parah untuk mengganggu kehidupan sehari-hari. Ini bukan penyakit khusus, tetapi beberapa penyakit dapat menyebabkan demensia.

Meskipun demensia umumnya melibatkan kehilangan ingatan namun memiliki penyebab yang berbeda. Mengalami kehilangan ingatan saja tidak berarti Anda menderita demensia, meskipun seringkali itu merupakan salah satu tanda awal dari kondisi tersebut.

Gejala demensia bervariasi tergantung penyebabnya, tetapi ada dua tanda dan gejala umum yakni perubahan kognitif dan perubahan psikologis. Perubahan kognitif meliputi kehilangan memori, yang biasanya diperhatikan oleh orang lain, kesulitan berkomunikasi atau menemukan kata-kata dan kesulitan dengan kemampuan visual dan spasial, seperti tersesat saat mengemudi.

Gejala kognitif lainnya seperti kesulitan penalaran atau pemecahan masalah, kesulitan menangani tugas yang rumit, kesulitan dengan perencanaan dan pengorganisasian, kesulitan dengan koordinasi dan fungsi motorik serta kebingungan dan disorientasi. Sementara gejala perubahan psikologis berupa perubahan kepribadian biasanya berupa depresi, kecemasan, perilaku yang tidak pantas, paranoia, agitasi, hingga halusinasi.

Demensia disebabkan oleh kerusakan atau hilangnya sel saraf dan koneksinya di otak. Tergantung pada area otak yang rusak, demensia dapat mempengaruhi orang secara berbeda dan menyebabkan gejala yang berbeda.

Demensia sering dikelompokkan berdasarkan kesamaannya, seperti protein yang disimpan di otak atau bagian otak yang terpengaruh. Beberapa penyakit terlihat seperti demensia, seperti yang disebabkan oleh reaksi obat atau kekurangan vitamin, dan mungkin membaik dengan pengobatan.

Apa perbedaan demensia dan Alzheimer? Dua istilah ini sering digunakan untuk kondisi kesehatan mental yang terkait dengan kehilangan memori dan kurangnya konsentrasi. Padahal, keduanya memiliki makna yang berbeda.

Demensia merupakan istilah umum untuk menggambarkan berbagai gejala yang dapat memengaruhi kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Demensia bukanlah penyakit spesifik namun mengarah pada serangkaian gejala yang memengaruhi fungsi kognitif seseorang. Seperti ingatan, pemikiran dan fokus, kemampuan memecahkan masalah, penggunaan bahasa, dan persepsi visual.

Beberapa kondisi mental dikategorikan sebagai demensia, dan Alzheimer adalah salah satunya. Penyakit Alzheimer merupakan bentuk paling umum dari demensia dengan sekitar 70 persen dari total kasus, tetapi tergantung pada penyebab dan gejalanya.

Aliran darah tersumbat

Sementara itu mengutip Cleveland Clinic, demensia juga dapat terjadi akibat aliran darah yang tersumbat menuju ke otak, menghilangkan kadar oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan. Tanpa oksigen dan nutrisi, jaringan otak akan mati.

Ada beberapa faktor risiko penyebab demensia seperti ini. Seperti usia. Risiko demensia bisa meningkat seiring bertambahnya usia, terutama setelah usia 65 tahun. Namun tidak menutup kemungkinan orang yang berusia muda juga bisa terkena penyakit ini.

Faktor risiko lainnya adalah riwayat keluarga dengan demensia menempatkan seseorang pada risiko yang lebih besar untuk mengembangkan penyakit tersebut. Penyebab lainnya yang menjadi faktor risiko adalah down syndrome.

Pada usia paruh baya, banyak orang penyintas down syndrome dapat mengembangkan penyakit ini. Pola makan tidak sehat dan jarang olahraga, mengonsumsi alkohol berlebihan yang memicu perubahan pada otak serta polusi udara juga menjadi faktor risiko demensia. Demikian pula kesehatan jantung yang buruk, kadar kolesterol tinggi, hipertensi dan aterosklerosis memiliki risiko demensia yang lebih tinggi.

Masalah-masalah tersebut dapat memengaruhi pembuluh darah. Sementara pembuluh darah yang rusak dapat menyebabkan berkurangnya aliran darah dan stroke.

Risiko lainnya yang bisa menyebabkan demensia yakni orang yang pernah mengalami trauma kepala parah. Beberapa penelitian besar menemukan bahwa pada orang berusia 50 tahun atau lebih yang mengalami cedera otak traumatis (TBI), risiko demensia, dan penyakit Alzheimer juga secara otomatis akan meningkat.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button