Endus Mafia Tanah, KPK Soroti Sertifikasi Tanah Wakaf di Jatim


Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Direktorat Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) untuk meningkatkan tata kelola hibah dan bantuan sosial (bansos) serta mempercepat legalisasi aset tanah wakaf di Jawa Timur.

Dalam audiensi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, KPK menyoroti rendahnya tingkat legalisasi tanah wakaf di Jawa Timur, yang rentan terhadap penyalahgunaan. Dari 78.825 bidang tanah wakaf di provinsi ini, sekitar 51,87 persen belum bersertifikat.

Direktur Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti menggarisbawahi pentingnya percepatan sertifikasi tanah wakaf guna memastikan pemanfaatannya sesuai prinsip yang berlaku.

“Niat awalnya sudah baik, tetapi jika tanah wakaf tidak memiliki sertifikat yang sah, maka rentan dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Untuk itu, penting kita awasi bersama dan dorong percepatan sertifikasinya. Tanah wakaf merupakan area tematik yang juga diawasi KPK dalam hal penertiban aset,” ujar Ely, Jumat (21/2/2025).

Berdasarkan temuan KPK, tingkat legalisasi tanah wakaf di Jawa Timur masih tergolong rendah. Dari sekitar 78.800 bidang tanah wakaf yang ada, sebagian besar digunakan untuk tempat ibadah, sekolah, pesantren, dan kelompok sosial ekonomi lainnya. KPK juga mengidentifikasi adanya mafia tanah yang dapat memanfaatkan kelemahan administrasi aset wakaf, termasuk aset fasilitas umum dan sosial yang berasal dari hibah atau wakaf.

Untuk menutup celah penyimpangan, Kepala Satgas Korsup Wilayah III KPK, Wahyudi, menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam perencanaan APBD, khususnya terkait hibah dan bansos untuk kelompok keagamaan.

“Kami memastikan proses perencanaan APBD dilakukan dengan baik sejak awal, sehingga penerima hibah benar-benar sesuai, sah secara hukum, dan sesuai dengan peruntukannya,” ujarnya.

KPK juga menyoroti banyaknya tanah wakaf yang belum bersertifikat. Data Kemenag mencatat terdapat 78.825 bidang tanah wakaf di Jawa Timur dengan total luas 5.006,23 hektare. Dari jumlah tersebut, sekitar 51,87 persen atau 40.885 bidang tanah belum memiliki sertifikat.

Sementara itu, menurut catatan Badan Wakaf Indonesia, potensi aset wakaf di Indonesia mencapai Rp2.000 triliun per tahun dengan total luas tanah wakaf mencapai 420 ribu hektare.

Untuk mempercepat sertifikasi, KPK mendorong harmonisasi data antara Pemprov Jawa Timur, Kantor Wilayah (Kanwil) Badan Pertanahan Nasional (BPN), dan Kemenag. Langkah ini bertujuan untuk mencegah kehilangan aset akibat sengketa dan memastikan optimalisasi pemanfaatan tanah wakaf sesuai ketentuan yang berlaku.

Hingga saat ini, Korsup Wilayah III KPK telah berkoordinasi dengan BPN Jawa Timur untuk memfasilitasi percepatan sertifikasi guna mengurangi risiko klaim tanah wakaf oleh pihak lain.

Sementara itu, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Kemenag, Waryono Abdul Ghafur, mengungkapkan permasalahan tanah wakaf sering kali menjadi konflik agraria. 

Kemenag telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui memorandum of understanding (MoU) guna meningkatkan pencatatan dan sertifikasi tanah wakaf melalui aplikasi Sistem Informasi Tanah Wakaf (SIWAK). Meski demikian, kesadaran masyarakat untuk mengurus sertifikasi masih tergolong rendah.

“Di Jawa Timur, kami menemukan berbagai sengketa tanah wakaf yang disebabkan oleh status kepemilikan yang belum jelas. Padahal, agar hibah atau bantuan dapat diberikan, tanah tersebut harus memiliki sertifikat resmi terlebih dahulu. Oleh karena itu, kami terus mendorong masyarakat untuk segera melakukan sertifikasi agar kepemilikannya sah dan tidak menimbulkan permasalahan di kemudian hari,” ujar Waryono.

Dalam regulasi wakaf, aset yang diwakafkan harus sepenuhnya dimiliki oleh wakif (pemberi wakaf) dan bebas dari sengketa. Selain itu, nadzir (pengelola wakaf) yang bertanggung jawab atas aset wakaf harus terdaftar di Badan Wakaf Indonesia (BWI) guna memastikan akuntabilitasnya. Hal ini penting untuk mencegah potensi sengketa di masa depan dan memastikan aset wakaf dikelola sesuai peruntukannya.

Kemenag juga meminta dukungan KPK dalam mendorong serta mengawasi proses tukar-menukar tanah wakaf (ruislag). Pasalnya, dalam praktiknya, sering kali terjadi ketidaksesuaian prosedur yang berujung pada hilangnya aset tanah wakaf. Sebagai langkah konkret, Kemenag merekomendasikan data terkait proses ruislag kepada Kanwil agar transparansi dan akuntabilitas lebih terjaga.

Sebagai tindak lanjut, KPK menyatakan kesiapan untuk memperkuat koordinasi antara Kemenag dan pihak-pihak terkait guna memastikan proses sertifikasi tanah wakaf dan ruislag berjalan sesuai ketentuan. KPK menegaskan pentingnya kolaborasi lintas sektor agar tidak terjadi ego sektoral yang dapat menghambat percepatan legalisasi aset wakaf.

Ke depan, Korsup Wilayah III KPK berencana mengadakan forum koordinasi bersama Kemenag dan instansi terkait guna membahas mekanisme yang lebih efektif dalam percepatan sertifikasi serta mitigasi potensi penyimpangan dalam ruislag. Dengan sinergi yang lebih kuat, diharapkan seluruh aset wakaf dapat dikelola secara optimal demi kepentingan umat.

Pentingnya pencegahan dini semakin ditekankan mengingat pada tahun 2022, KPK pernah menangkap Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Jawa Timur, Sahat Tua, dalam kasus pengelolaan dana hibah dalam APBD Jawa Timur yang menyebabkan kerugian daerah hingga triliunan rupiah.

Belanja hibah mencakup berbagai sektor, termasuk pembangunan yayasan, sekolah, tempat ibadah, dan pemberdayaan masyarakat berbasis keagamaan. Oleh karena itu, sinergi dengan Kemenag menjadi langkah strategis untuk memastikan pendataan sasaran hibah dan bansos berjalan optimal, termasuk dalam aspek legalisasi aset wakaf.