Fedi Nuril Sentil Penunjukan Ifan Seventeen jadi Dirut PFN: Meritokrasi Era Prabowo Hanya ‘Omon-omon’


Aktor sekaligus musisi Fedi Nuril mengkritik penunjukan Riefian Fajarsyah atau Ifan Seventeen sebagai Direktur Utama (Dirut) PT Produksi Film Negara (PFN).

Melalui akun X pribadinya, Fedi menyoroti ketidaksesuaian antara pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang menekankan pentingnya sistem meritokrasi, dengan keputusan pengangkatan Ifan sebagai pimpinan perusahaan perfilman milik negara tersebut.

“Kata @prabowo ‘kita harus menuju ke arah merit (kemampuan) system. Prestasi!” tulis Fedi menyindir dikutip Jumat (14/3/2025). Cuitan itu juga diselingi video pernyataan dari sang Presiden.

Ia pun mempertanyakan dasar pemilihan Ifan sebagai Dirut PFN, mengingat latar belakang Ifan lebih dikenal di dunia musik daripada industri perfilman.

“Tapi, yang diangkat menjadi Direktur Utama PT Produksi Film Negara (PFN) malah Ifan Seventeen yang kemampuan, pengalaman, dan prestasinya dalam film Indonesia enggak jelas,” lanjutnya.

Komentar Fedi ini langsung mendapat beragam respons dari warganet. Banyak yang setuju dengan pandangannya dan menilai keputusan tersebut sarat kepentingan politik.

“Sehat selalu kejujuran. Mendukungmu dari jauh untuk menyuarakan kebenaran. InsyaAllah selalu dalam lindungan-NYA. Aamiin,” tulis salah satu akun X, @ini_nano.

“Di negara ini pengalaman, kemampuan, prestasi mah enggak penting. Yang penting jago menjilat,” cuitan warganet lainnya dengan akun @insomniaczs.

Sebelumnya, pengamat film nasional Benny Benke, juga mengaku keberatan dengan penunjukkan Ifan Seventeen sebagai Dirut PT PFN.

Sebab, menurutnya pemilihan Ifan sebagai pimpinan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) itu sarat muatan politik.

“Yang pasti, sebagaimana pemilihan ketua PFN sebelumnya, tidak ada proses merit sistem yang berjalan. Semua didasarkan pada keputusan politis,” kata Benke kepada Inilah.com, Rabu (12/3/2025).

Benke menegaskan, campur tangan politik dalam PFN tak pelak membuat perusahaan tersebut stagnan dan sulit berkembang.

“Inilah yang membuat PFN dari dulu tidak berkembang, karena para pemangku kepentingannya tidak memahami persoalan dan tidak tahu bagaimana menghidupkan PFN dengan sepatutnya,” ungkapnya.

Lebih jauh, Benke yang juga wartawan senior itu menegaskan, sebetulnya ada banyak sosok yang memiliki kapasitas untuk menduduki posisi tersebut, namun mereka tidak memiliki kedekatan politik dengan kekuasaan. Sehingga, sulit bagi mereka untuk memimpin PFN.

“Padahal, kita tahu bahwa ada banyak sosok yang sebenarnya memiliki kapasitas untuk menduduki posisi ini. Namun, secara politis mereka berjarak dengan kekuasaan. Inilah risiko hidup di republik ini,” ujarnya.