Sudah hampir 25 tahun sejak Bruce Willis, yang memerankan tokoh fiksi Harry Stamper dalam film laris Armageddon, menyelamatkan Bumi dari asteroid yang melaju kencang menuju planet ini.
Seperti gaya Hollywood sejati, ia melakukannya dengan meledakkan bom nuklir yang ditanamkan di asteroid, mencegah apa yang disebut para ilmuwan sebagai “peristiwa kepunahan massal”. Seluruh dunia bersorak (setidaknya dalam film tersebut).
Dunia mungkin bisa bersorak gembira sekarang seperti dalam film tersebut. Dalam sebuah penelitian diterbitkan di Nature Physics, fisikawan di Sandia National Laboratories di New Mexico, AS, mengatakan mereka telah mensimulasikan denyut sinar-X nuklir yang diarahkan ke sisi asteroid untuk mengubah lintasan asteroid dan menghindari tabrakan dengan Bumi.
Bagaimana Percobaannya Bekerja?
Dalam percobaan terbaru yang dilakukan di Sandia National Laboratories itu, para peneliti menggunakan mesin Z untuk menghasilkan pulsa sinar-X. Ini adalah salah satu mesin radiasi terkuat di dunia yang dapat menghasilkan medan magnet dan sinar-X.
Untuk menghasilkan denyut sinar-X, semburan listrik yang kuat diarahkan ke kantong gas argon. Hal ini memicu ledakan gas argon dan mengubahnya menjadi plasma. Plasma memancarkan gelombang sinar-X kuat ke arah target, yang secara efektif meniru ledakan nuklir di luar angkasa.
Para ilmuwan menggunakan denyut sinar-X di dalam ruang hampa untuk mensimulasikan ledakan nuklir di permukaan batu mirip asteroid dalam kondisi seperti di luar angkasa. Denyut tersebut menciptakan gumpalan uap yang mendorong batu tersebut menjauh. “Material yang menguap melesat dari satu sisi, mendorong asteroid ke arah yang berlawanan,” kata Dr. Nathan Moore, penulis utama studi baru ini, dalam sebuah pernyataan pers.
Dalam wawancara dengan Space.com, sebuah publikasi daring yang berfokus pada eksplorasi ruang angkasa dan astronomi, Moore berkata: “Anda harus memusatkan banyak daya, sekitar 80 triliun watt, ke dalam ruang sangat kecil, seukuran ujung pensil. Juga sangat cepat, sekitar sepersejuta miliar detik, guna menghasilkan plasma argon yang cukup panas, beberapa juta derajat, untuk membuat ledakan sinar-X memanaskan permukaan material asteroid hingga puluhan ribu derajat.”
Ia juga menjelaskan bahwa menciptakan kondisi meniru lingkungan di mana asteroid bergerak bebas melalui ruang angkasa tanpa mengikat batuan mirip asteroid yang digunakan untuk percobaan merupakan suatu tantangan. Solusinya adalah menggunakan apa yang mereka sebut “gunting sinar-X”. Ini melibatkan penggantungan batu menggunakan kawat foil ekstra tipis dengan ketebalan sekitar seperdelapan dari rambut manusia.
“Fakta utamanya adalah asteroid di luar angkasa tidak terikat pada apa pun. Namun di laboratorium, semuanya ditarik ke bawah oleh gravitasi Bumi, jadi semuanya tertahan di tempatnya oleh ikatan gravitasinya dengan sesuatu yang lain. Ini tidak akan memungkinkan asteroid tiruan kita bergerak sebebas di luar angkasa. Ikatan mekanis akan menciptakan gesekan yang akan mengganggu gerakan asteroid tiruan,” kata Moore dalam sebuah pernyataan pers.
Metode ini memungkinkan para ilmuwan untuk mensimulasikan dampak ledakan nuklir dalam lingkungan yang terkendali. Meski hanya simulasi, hasil percobaan menunjukkan bahwa penggunaan pulsa sinar X nuklir pada asteroid berpotensi mengubah lintasannya cukup untuk mencegah tabrakan dengan Bumi. “Saya langsung tahu bahwa ini adalah kesuksesan besar,” kata Moore.
Apakah denyut sinar X nuklir memiliki efek yang sama dengan ledakan nuklir? Ada perbedaan signifikan antara menanam bom nuklir di asteroid dan mengarahkan denyut sinar X nuklir ke bagian asteroid untuk mendorongnya ke lintasan yang berbeda.
Jika sebuah badan antariksa berhasil meledakkan bom nuklir di sebuah asteroid, para ilmuwan telah memperingatkan bahwa asteroid itu kemungkinan akan terpecah menjadi potongan-potongan yang lebih kecil, sehingga berpotensi menyebabkan beberapa dampak asteroid di Bumi, bukan hanya satu. Bahkan jika lintasan bongkahan asteroid terbesar berubah, tidak ada jaminan bahwa pecahan asteroid lainnya akan menjauh dari Bumi.
Dengan menggunakan denyut sinar X, para ilmuwan dapat menghasilkan energi untuk menguapkan cukup banyak material dari permukaan asteroid sehingga menghasilkan dorongan yang akan mengubah lintasan asteroid daripada menghancurkannya menjadi pecahan-pecahan yang lebih kecil.
Pernahkah kita mencoba mengubah lintasan asteroid sebelumnya? Mengubah lintasan asteroid mungkin tampak lebih seperti fiksi daripada sains, tetapi pada November 2021, misi Uji Pengalihan Asteroid Ganda (DART) oleh NASA menabrakkan pesawat antariksa ke asteroid Dimorphos dan berhasil mengubah jalur orbit asteroid. Untungnya, asteroid Dimorphos tidak mengancam Bumi. Asteroid itu dipilih untuk menguji apakah benturan dari objek lain dapat menjadi metode yang layak untuk membelokkan asteroid.
Seberapa Dekat Asteroid Dengan Bumi?
Minggu lalu, asteroid 2024 ON, Objek Dekat Bumi (NEO) berukuran panjang 290 m melewati Bumi dengan selamat pada jarak hampir 1 juta km (621.000 mil), sekitar 2,5 kali jarak antara Bumi dan bulan.
NEO adalah asteroid atau komet yang dipantau oleh teleskop berbasis darat dan antariksa untuk mengidentifikasi objek berpotensi membahayakan, terutama menabrak Bumi. Pada 19 Juni 2004, asteroid 99942 Apophis, yang dijuluki “Dewa Kehancuran”, berukuran panjang 370m, ditemukan oleh astronom Roy A Tucker, David J Tholen dan Fabrizio Bernardi dari Observatorium Nasional Kitt Peak di Arizona.
Saat itu, para ilmuwan meramalkan bahwa Apophis akhirnya akan menghantam Bumi pada 13 April 2029. Akan tetapi, penelitian baru menunjukkan bahwa asteroid tersebut akan melintas dekat pada hari yang sama dan diperkirakan melewati jarak sekitar 32.000 km dari Bumi, lebih dekat daripada beberapa satelit yang mengorbit planet tersebut.
Pada 23 Februari 2012, asteroid Duende, sebuah NEO dengan diameter sekitar 30m (98 kaki), ditemukan oleh para astronom di Observatorium La Sagra di Spanyol. Duende mendekati Bumi, melewati jarak sekitar 27.700 km (17.200 mil), bahkan lebih dekat dari asteroid Apophis.
Saat ini, ada organisasi yang bertanggung jawab atas pertahanan planet, termasuk Kantor Koordinasi Pertahanan Planet (PDCO), yang beroperasi di bawah NASA, dan organisasi yang didukung PBB termasuk Jaringan Peringatan Asteroid Internasional (IAWN). Hanya saja tidak ada yang secara khusus bertanggung jawab atas regulasi energi nuklir yang berkaitan dengan pertahanan planet.