Market

Mengingat Lagi Mega Skandal Jiwasraya, IFG Life Yakin Bisa Bebas KKN?


Penghujung tahun 2023 lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir membawa kabar baik bagi pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya. Sebab, Kementerian BUMN menyatakan telah menuntaskan persoalan lama Jiwasraya dengan telah berhasil diselesaikan dengan tuntas melalui restrukturisasi, bail in, dan transfer.

Mungkin anda suka

Paling tidak upaya keras, Menteri Etho, sapaan akrabnya dalam menyelesaikan rumitnya mega skandal Jiwasraya menjadi kado tahun bagi korban Jiwasraya. “Alhamdulillah kita lihat bersama proses penuntasan penyelamatan polis Jiwasraya dengan success rate persetujuan dari pemegang polis sebesar 99,7 persen” ujar Erick pada Sabtu (30/12/2023).

Erick menjelaskan, pemegang polis yang menyetujui restrukturisasi sebesar 99,7 persen terdiri atas korporasi sebesar Rp 19,5 triliun, bancassurance sebesar Rp 10,4 triliun, dan ritel sebesar Rp 8,2 triliun. “Ini bukan hal yang mudah, namun, alhamdulillah, seperti komitmen awal bahwa program penyelamatan pemegang polis menjadi prioritas utama sebagai bentuk perlindungan nasabah Jiwasraya,” ucap Erick.

Erick mengatakan, holding BUMN Asuransi, Penjaminan, dan Investasi atau Indonesia Financial Group (IFG) berhasil menjawab kepercayaan dalam mengoptimalkan penyertaan modal negara (PMN) untuk menyelesaikan restrukturisasi polis Jiwasraya. Erick berharap IFG melalui IFG Life dapat meneruskan capaian positif dalam memberikan proteksi kepada nasabah.

“Harapannya IFG Life terus bertumbuh menjadi perusahaan asuransi jiwa yang semakin besar, inovatif dan berkelanjutan,” kata Erick.

Sebab, berdasarkan laporan tim percepatan restrukturisasi Jiwasraya, hingga Desember 2023, IFG Life telah mendapatkan total suntikan dana sebesar Rp 31,16 triliun, yang berasal dari PMN tahun anggaran 2021 sebesar Rp 20 triliun, PMN tahun anggaran 2023 Rp 3 triliun, serta tambahan penguatan permodalan dari IFG sebesar Rp 6,7 triliun pada 2022 dan Rp 1,46 triliun pada 2023.

Mega skandal Jiwasraya telah memperkuat mitos manajemen BUMN bisa seenaknya pat gulipat menumpuk keuntungan oknum. Toh pada akhirnya akan diselamatkan dengan uang APBN. Lantas bagaimana rentetan skandal Jiwasraya?

Begini alur cerita gagal bayar PT Jiwasraya, kasus Jiswasraya yang terkuak pada 2018 lalu.

Asuransi jiwa tertua di Indonesia itu mengalami tekanan likuiditas sehingga ekuitas perseroan tercatat negatif Rp23,92 triliun pada September 2019. Selain itu, Jiwasraya membutuhkan uang sebesar Rp32,89 triliun untuk kembali sehat.

Rekayasa Akutansi

Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Agung Firman Sampurna mengungkapkan pihaknya telah melakukan investigasi pendahuluan terhadap Jiwasraya pada 2018 lalu. Dari hasil investigasi, dia menyebut permasalahan sudah terjadi sejak 2006.

“Sebagaimana diketahui bahwa permasalahan Jiwasraya sebenarnya sudah terjadi sejak lama, meskipun sejak 2006 perusahaan masih membukukan laba, tapi laba tersebut sebenarnya adalah laba semu sebagai akibat dari rekayasa akuntansi atau window dressing di mana perusahaan sebenarnya sudah mengalami kerugian,” kata Agung dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta, Rabu (8/1/2020) kala itu.

Pada akhir tahun sebelumnya, Kejagung memeriksa dua saksi dari pihak swasta terkait kasus dugaan korupsi Asuransi Jiwa Sraya, Selasa (31/12/2019). Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Hari Setiono mengungkapkan dua saksi yang diperiksa adalah Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro dan Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral Heru Hidayat. Dua orang ini terduga membisikkan kepada manajemen PT Jiwasraya untuk berinvestasi di instrumen berisiko tinggi.

Tahun 2006: Kementerian BUMN dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan ekuitas Jiwasraya tercatat negatif Rp3,29 triliun.Tahun 2008: Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memberikan opini disclaimer (tidak menyatakan pendapat) untuk laporan keuangan 2006-2007 lantaran penyajian informasi cadangan tidak dapat diyakini kebenarannya. Defisit perseroan semakin lebar, yakni Rp5,7 triliun pada 2008 dan Rp6,3 triliun pada 2009.

Skema Reasuransi

Tahun 2010-2012: Jiwasraya melanjutkan skema reasuransi dan mencatatkan surplus sebesar Rp1,3 triliun pada akhir 2011. Namun, Kepala Biro Perasuransian, Isa Rachmatawarta kala itu menyatakan metode reasuransi merupakan penyelesaian sementara terhadap seluruh masalah. Sebab, keuntungan operasi dari reasuransi cuma mencerminkan keuntungan semu dan tidak memiliki keuntungan ekonomis. Laporan keuangan Jiwasraya 2011 disebut tidak mencerminkan angka yang wajar

Pada 2012, Bapepam-LK memberikan izin produk JS Proteksi Plan pada 18 Desember 2012. JS Proteksi Plan dipasarkan melalui kerja sama dengan bank (bancassurance). Produk ini ikut menambah sakit perseroan lantaran menawarkan bunga tinggi, yakni 9 persen hingga 13 persen.

Tahun 2014: Di tengah permasalahan keuangan, Jiwasraya menggelontorkan sponsor untuk klub sepakbola asal Inggris, Manchester City.2017: Kondisi keuangan Jiwasraya tampak membaik. Laporan keuangan Jiwasraya pada 2017 positif dengan raihan pendapatan premi dari produk JS Saving Plan mencapai Rp21 triliun. Selain itu, perseroan meraup laba Rp2,4 triliun naik 37,64 persen dari tahun 2016.

Faktanya, sepanjang 2013-2017, pendapatan premi Jiwasraya meningkat karena penjualan produk JS Saving Plan dengan periode pencairan setiap tahun.2018: Direktur Pengawasan Asuransi OJK, Ahmad Nasrullah menerbitkan surat pengesahan cadangan premi 2016 sebesar Rp10,9 triliun.

Pada bulan yang sama, Direktur Utama Jiwasraya, Hendrisman Rahim dan Direktur Keuangan Jiwasraya, Hary Prasetyo dicopot. Nasabah mulai mencairkan JS Saving Plan karena mencium kebobrokan direksi lama. Mei 2018, pemegang saham menunjuk Asmawi Syam sebagai direktur utama Jiwasraya.

Di bawah kepemimpinannya, direksi baru melaporkan terdapat kejanggalan laporan keuangan kepada Kementerian BUMN.Indikasi kejanggalan itu betul, karena hasil audit Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) atas laporan keuangan 2017 mengoreksi laporan keuangan interim dari laba sebesar Rp2,4 triliun menjadi hanya Rp428 miliar. 

Agustus 2018, Menteri BUMN Rini Soemarno mengumpulkan direksi untuk mendalami potensi gagal bayar perseroan. Ia juga meminta BPK dan BPKP untuk melakukan audit investigasi terhadap Jiwasraya.Oktober-November 2018, masalah tekanan likuiditas Jiwasraya mulai tercium publik. 

Perseroan mengumumkan tidak dapat membayar klaim polis jatuh tempo nasabah JS Saving Plan sebesar Rp802 miliar. Pada November, pemegang saham menunjuk Hexana Tri Sasongko sebagai Direktur Utama menggantikan Asmawi Syam.

 

Produk Bermasalah

Hexana mengungkap Jiwasraya membutuhkan dana sebesar Rp32,89 triliun untuk memenuhi rasio solvabilitas (RBC) 120 persen. Tak hanya itu, aset perusahaan tercatat hanya sebesar Rp23,26 triliun, sedangkan kewajibannya mencapai Rp50,5 triliun. Sementara itu, liabilitas dari produk JS Saving Plan yang bermasalah tercatat sebesar Rp15,75 triliun.

November 2019, Kementerian BUMN di bawah kepemimpinan Erick Thohir mengaku melaporkan indikasi kecurangan di Jiwasraya ke Kejaksaan Agung (Kejagung). Hal itu dilakukan setelah pemerintah melihat secara rinci laporan keuangan perusahaan yang dinilai tidak transparan.

Kementerian BUMN juga mensinyalir investasi Jiwasraya banyak ditaruh di saham-saham gorengan. Hal ini yang menjadi satu dari sekian masalah gagal bayar klaim Asuransi Jiwasraya.Selain Kejagung, Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta juga menaikkan status pemeriksaan dari penyelidikan menjadi penyidikan pada kasus dugaan korupsi.

Desember 2019: Penyidikan Kejagung terhadap kasus dugaan korupsi Jiwasraya menyebut ada pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam berinvestasi. Jaksa Agung ST Burhanuddin bahkan mengatakan Jiwasraya banyak menempatkan 95 dana investasi pada aset-aset berisiko.

Dengan kejanggalan ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) turut memantau perkembangan penanganan perkara kasus dugaan korupsi di balik defisit anggaran JiwasrayaSelain itu, Kejagung meminta Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM mencekal 10 nama yang diduga bertanggung jawab atas kasus Jiwasraya, yaitu: HH, BT, AS, GLA, ERN, MZ, DW, HR, HP, dan DYA.

Pada Rabu (8/1/2020), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengumumkan pernyataan resmi terkait skandal Jiwasraya. Salah satunya, laba perseroan sejak 2006 disebut semu karena melakukan rekayasa akuntansi (window dressing). Hasil pemeriksaan BPK akan menjadi dasar bagi Kejagung mengambil putusan terhadap orang-orang yang bertanggung jawab atas kondisi Jiwasraya.

Agung menjelaskan, kerugian itu disebabkan karena Jiwasraya menjual produk saving plan dengan cost of fund yang sangat tinggi di atas bunga deposito dan obligasi. Hal itu dilakukan sejak tahun 2015. “Dana dari investasi tersebut diinvestasikan pada instrumen saham dan reksadana saham yang berkualitas rendah sehingga mengakibatkan adanya negative spread,” ujarnya. 

“Pada akhirnya hal ini mengakibatkan tekanan likuiditas pada Jiwasraya yang berujung pada gagal bayar.”

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button