Framing UAH: Ketika Potongan Video Jadi Senjata Fitnah, Siapa Dalangnya?


Direktur Quantum Akhyar Institute, Ustaz Adi Hidayat (UAH), kembali menjadi sorotan setelah viral video ceramahnya dipotong dan disebarkan dengan narasi yang menyesatkan. Dalam beberapa kesempatan, UAH mengaku menjadi korban framing yang tidak benar, terutama saat berdakwah di Universitas Muhammadiyah Jakarta dan Universitas Muhammadiyah Riau (UMRI).

Sebelumnya sosok Muslih Safitra, da’i salafi yang berdakwah di Balikpapan, mencuat di awal sebagai pihak yang memotong video ceramah UAH mengenai hukum Musik. Dalam video tersebut, Muflih Safitra mengkritik pendapat UAH yang mengartikan Surat Asy-Syua’ara sebagai surat musik. 

Kini terbaru Youtuber Herri Pras, pendiri Pencak Silat Garuda Indonesia (PSGI), yang dikenal aktif di media sosial dengan pandangan kritis terhadap praktik keagamaan tertentu. Meski tidak secara eksplisit terkait, pandangan Herri sering sejalan dengan prinsip Salafi, termasuk banyak kritiknya terhadap UAH.

Penelusuran inilah.com dalam salah satu video yang diunggahnya, Herri Pras menuding UAH memotong ayat Alquran pada surah Maryam ayat 30 dan menuduhnya menyebarkan syubhat di tengah umat. 

“Ini sungguh fakta yang sangat fatal,” ujar Herri. Namun, banyak pihak, termasuk akun Fuadbadkh, membela UAH dengan menyatakan bahwa potongan video tersebut hanya bagian dari interaksi dalam kajian dakwah.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Dadang Kahmad, menyatakan keprihatinannya terhadap framing yang dialami UAH. 

“Informasi yang tidak lengkap dapat menimbulkan kesalahpahaman dan mengubah sikap, ucapan, serta tindakan seseorang,” kata Dadang dalam keterangan tertulis kepada Inilah.com, Rabu (2/10/2024).

Dadang menegaskan bahwa Muhammadiyah berkomitmen memerangi hoaks di media sosial. 

Sebagai langkah konkret, Muhammadiyah telah mengeluarkan panduan Fikih Informasi dan Akhlaqul Sosmediyah untuk memandu warga Muhammadiyah dalam bermedia sosial dengan bijak.

UAH sendiri telah memperingatkan agar berhati-hati dalam memotong video ulama, karena potongan yang tidak lengkap atau di luar konteks dapat menimbulkan kesalahpahaman. 

“Bagaimana mungkin ada orang yang tidak hadir hanya memframing situasi dimaksudkan tiba-tiba bisa menafsirkan dan menghukumi? Ini sesuatu yang sangat berbahaya,” tegas UAH.

Kontroversi ini menyoroti pentingnya verifikasi informasi dan kehati-hatian dalam menyebarkan konten di era digital. 

UAH dan Muhammadiyah mengingatkan masyarakat untuk selalu mengedepankan kebenaran dan bertanggung jawab atas informasi yang disebarkan.