News

Front Nasional Pancasila: Cengkeraman Oligarki Semakin Brutal Menjurus Kriminal

Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara (FNPPN) menilai, kekuatan oligarki di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) semakin brutal, menjurus kriminal. Mereka bisa mengatur semua elemen pemerintahan. Mulai eksekutif, legislatif hingga yudikatif.

“DPR memfasilitasi, membuat undang-undang yang bertentangan dengan UUD. Semua itu dijaga oleh Mahkamah Konstitusi untuk melanggengkan pelanggaran UUD. Yang mengatur di belakang semua itu adalah Oligarki yang lapar dan buas,” tegas salah seorang deklarator FNP, Nurman Diah, Rabu (27/4/2022).

Bahkan, lanjut putra tokoh pers sekaligus tokoh pemuda pejuang dan saksi sejarah Proklamasi 17-8-45 BM Diah ini, Menko Politik, Hukum dan HAM Mahfud MD sempat menyebut bahwa hukum bisa dibeli, tinggal menentukan pasal-pasal yang menguntungkan. “Sepertinya yang bersangkutan tidak berdaya menghadapi oligarki. Karena itu, tidak heran lahir undang-undang kontroversial dan koruptif, pembuatannya terindikasi transaksional, antara lain UU KPK, UU Cipta Kerja, UU IKN,” kata salah satu Generasi Penerus Perintis Kemerdekaan ini.

DPR sebagai lembaga legislatif tercoreng, karena hanya dianggap sebagai stempel kebijakan pemerintah. Tentu saja stempel tidak gratis, ada harganya, seperti tersirat dari penjelasan Mahfud MD, jual-beli pasal, jual beli hukum. “Mengebiri Legislatif dan memasang “herder” Mahkamah Konstitusi merupakan langkah awal politik kriminal oligarki,”.

Oligarki tidak pernah puas. Langkah oligarki semakin brutal. Mereka berniat membunuh demokrasi, secara sistematis dan terstruktur, bagaikan pembunuh berantai berdarah dingin. Untuk memperpanjangan masa jabatan rezim yang dikuasainya secara total, melalui penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden menjadi lebih dari dua periode.

Penundaan pemilu digemakan dari segala penjuru. Menteri dan Ketua Umum Partai Politik diperintah untuk melakukan propaganda, bahkan tidak segan-segan melakukan tindakan hina, yaitu pembohongan publik, pembohongan kepada rakyat. Jokowi 3 periode juga menggema dari berbagai tempat, dari stasiun sampai stadion, diteriaki oleh masyarakat bayaran dan asosiasi kepala desa atau APDESI yang ternyata palsu.

Mobilisasi dukungan untuk membunuh demokrasi ini tentu saja memerlukan dana besar. Terutama uang pelicin kepada para tukang begal konstitusi, yang istilah kerennya amandemen konstitusi. Mungkin perlu ratusan miliar sampai triliunan rupiah.

Sementara deklarator FNPPN lainnya, Prof Anthony Budiawan menyitir pernyataan politisi PDI Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu, yang menegaskan uang untuk membunuh demokrasi Indonesia secara berantai ini didapat dari Tragedi Minyak Goreng. Sungguh biadab. Rakyat dibuat sengsara, bahkan ada yang meninggal, hanya untuk memenuhi nafsu politik para oligarki dan antek-anteknya yang sangat bejat.

Seperti diberitakan, Masinton Pasaribu, anggota DPR komisis XI dari PDIP, mengatakan mendapat informasi terpercaya bahwa uang hasil korupsi ekspor CPO ini akan digunakan untuk mendanai penundaan pemilu. Artinya, korupsi ini jelas melibatkan pucuk pimpinan oligarki, dan pucuk pimpinan pemerintah termasuk para pimpinan Parpol.

Tragedi korupsi ekspor CPO dan pembunuhan demokrasi berantai ini merupakan kasus yang paling brutal dalam sejarah Indonesia. Karena itu, Kejakgung wajib mengusut tuntas semua pihak yang terlibat peristiwa brutal ini, termasuk pucuk pimpinan korporasi, para menteri dan juga ketum parpol yang menyuarakan pembunuhan demokrasi yang menjadi antek para oligarki koruptor yang sangat buas. “Kami, Front Nasional Pancasila Penyelamat Negara akan terus mengawal peristiwa brutal ini, dan mendesak Kejagung menghukum para pelaku seadil-adilnya bagi rakyat Indonesia dan bagi Republik Indonesia,” tegas Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies ini..

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button