News

Fungsi Legislasi DPR Tuai Sorotan: Peningkatan Anggaran Tak Sebanding Kinerja

Peneliti Bidang Pengawasan Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Albert Purwa memaparkan evaluasi kinerja DPR pada Masa Sidang (MS) IV tahun 2022-2023. Ia menilai dari fungsi legislasi DPR sekilas tampak gemilang. Namun, sejatinya perlu disoroti lantaran dari 11 Rancangan Undang-Undang (RUU), hanya satu yang merupakan RUU Prioritas.

“Kinerja legislasi DPR Masa Sidang (MS) IV sekilas nampak gemilang dengan catatan pengesahan 11 RUU, akan tetapi hanya satu RUU diantaranya yang merupakan RUU Prioritas 2023, yakni RUU Landasan Kontinen,” terang Albert di Jakarta, dikutip Jumat (12/5/2023).

Terkait hal ini, dari 39 Daftar RUU Prioritas 2023, DPR hanya mampu mengurangi satu RUU. “Selain pengesahan satu RUU, kemajuan lain juga ditunjukkan oleh DPR dengan disetujuinya RUU PPRT sebagai RUU usul inisiatif DPR, pembentukan pansus RUU Desain Industri, dan laporan Baleg atas hasil pemantauan atas UU tentang Pengelolaan sampah,” terangnya.

Namun di sisi lain, ia menyayangkan bahwa prestasi dan kemajuan DPR dikalahkan oleh beberapa RUU Prioritas yang justru proses pembahasnnya diperpanjang, yakni RUU ASN, RUU Hukum Acara Perdata, RUU Narkotika, RUU tentang Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET), RUU tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDAHE), dan RUU tentang Kesejahteraan Ibu dan anak.

“Banyaknya beban RUU yang harus diselesaikan DPR di sisa waktu menuju akhir tahun 2023, tentu menuntut komitmen yang sungguh-sungguh. Apalagi di tengah beratnya beban itu, DPR kini mulai disibukkan dnegan hajatan Pemilu 2024,” ujarnya.

Persoalan serius lainnya yang diperlihatkan oleh DPR adalah momen Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto alias Bambang Pacul saat mengadakan rapat kerja (raker) dengan Menkopolhukam pada 29 Maret lalu, yang menyinggung perihal kendala RUU Perampasan Aset dan RUU Pembatasan Uang Kartal.

“Kendala tersebut adalah belum adanya perintah dari ketua partai untuk membahas RUU tersebut, pengakuan tersebut sesungguhnya mengonfirmasi, bahwa partai kerap menjadi penentu dalam urusan pengambilan keputusan di DPR,” imbuh Albert.

“Fakta ini sekaligus menegaskan parpol merupakan penghambat lahirnya keputusan-keputusan yang pro rakyat,” sambungnya.

Namun, berkat kegaduhan yang ditimbulkan oleh Pacul, para pimpinan parpol pun bereaksi dan memberikan persetujuan kepada DPR untuk menindaklanjuti pembahasan RUU Perampasan Aset.

Lalu terkait fungsi anggaran, melalui Komisi VIII DPR yang bermitra dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) realisasi anggarannya justru lebih besar dari pagu yang telah ditetapkan. “Dari mana kekurangan anggaran itu diambil? Padahal Komisi VIII baru berencana melakukan pendalaman tambahan anggaran dengan eselon I BNPB,” tandasnya.

Tentu hal ini telah menunjukkan salah satu kekacauan DPR dalam menjalankan fungsi anggaran bersama Kementerian/Lembaga (K/L) mitra kerjanya. “DPR seharusnya melaksanakan fungsi anggaran yang lebih cermat ke depannya,” tegasnya.

Apabila dibandingkan dengan pagu anggaran DPR tahun 2023 sebesar Rp6.08 triliun, maka rancangan usulan kebutuhan anggaran DPR RI tahun 2024 mengalami kenaikan yang fantastis. “Serapan anggaran DPR yang tinggi tidak selalu berbanding lurus dengan kinerja DPR selama ini. Pertimbangan menaikkan anggaran seharusnya dikaitkan dengan peningkatan pelaksanaan fungsi-fungsi DPR,” ujar Albert.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button