Isu Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia bakal menempati pos anyar, sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), terus mengemuka.
Padahal, kinerjanya tidak bagus-bagus amat. Dia bahkan pernah dilaporkan ke KPK, atas dugaan korupsi pencabutan izin usaha pertambangan (IUP). Terkait jabatan Bahlil sebagai Ketua Satuan Tugas Penataan Penggunaan Lahan dan Penataan Investasi sejak 20 Januari 2022.
Ihwal kinerja Bahlil dalam menarik investasi masuk ke Indonesia, belum layak disebut sukses. Meski pada 2023, dia mampu memasukkan investasi Rp1.418,9 triliun. Sedikit melampaui target investasi 2023 sebesar Rp1.400 triliun. Tahun ini, target investasi dikerek naik menjadi Rp1.650 triliun. Kelihatannya bakal ngos-ngosan.
Lalu, bagaimana dengan megaproyek Ibu Kota Negara (IKN) di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur (Kaltim) yang sepi investasi? Jelas itu tanggung jawab Bahlil.
Bahlil pernah menyebut investasi swasta di IKN diwakili Konsorsium Nusantara yang dipimpin Sugianto Kusuma alias Aguan, pemilik Agung Sedayu Group. Katanya, investasi mereka senilai Rp20 triliun. Belakangan muncul spekulasi, investasi para konglomerat itu hanya terpaksa. Kalau tidak, dibarter dengan PSN (Proyek Strategis Nasional).
Direktur Eksekutif Segara Research Institute, Piter Abdullah pernah meragukan seluruh klaim Bahlil itu. “Kalau pemerintah tidak terbuka, transparan justru memunculkan kecurigaan dan spekulasi,” ujar Piter.
Tak hanya soal daftar investor yang tertarik membenamkan duitnya di IKN, kata Piter, pemerintah harus terbuka berapa duit APBN yang telah digunakan. “Termasuk tambahan utang apabila memang terjadi akibat pembangunan IKN,” tuturnya.
Kini, banyak kalangan yang mengkhawatirkan APBN di pemerintahan selanjutnya, bakal dirongrong proyek IKN yang ‘dipaksakan’ menjadi legacy Jokowi.
Bisa saja, pengunaan APBN untuk IKN yang dibatasi 20 persen atau setara Rp93,2 triliun, bakal direvisi. Ujung-ujungnya, memberatkan anggaran.
Jatam Laporkan Bahlil ke KPK
Pada tahun ini, Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) melaporkan Bahlil ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atas dugaan korupsi pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023.
Disampaikan Koordinator Nasional Jatam, Melky Nahar, Bahlil dilaporkan atas dugaan korupsi menyangkut pencabutan ribuan izin tambang sejak 2021 hingga 2023.
“Laporan ini menjadi penting untuk membuka pola-pola apa saja yang digunakan oleh para pejabat negara terutama Menteri Bahlil,” kata Melky usai pelaporan di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Melky mengatakan, Jatam telah mempelajari secara serius dasar hukum yang melandasi Bahlil bisa mencabut izin usaha pertambangan (IUP).
Menurut dia, Presiden Jokowi menerbitkan tiga regulasi yang membagikan kewenangan kepada Bahlil sehingga bisa mencabut IUP.
Berdasarkan pengamatan Jatam dalam setengah tahun terakhir, kata dia, pencabutan izin tambang yang menjadi tanggung jawab Bahlil, diduga melanggar banyak aturan yang telah ditetapkan.
“Proses pencabutan izin ini dia sama sekali tidak bersandar pada sebagaimana regulasi yang telah ditetapkan,” kata dia.
Sementara itu, Divisi Hukum Jatam Muhammad Jamil mengatakan, pihaknya membawa bukti berupa dokumen, di antaranya yang menyangkut dana aliran kampanye.
Pihaknya juga membawa bukti jejaring usaha Bahlil di sektor pertambangan, diharapkan bisa dipetakan oleh KPK.
“Sebetulnya karena perusahaannya itu melahirkan perusahaan baru lagi, kemudian ada perusahaan baru lagi yang kemudian terhubung dengan tambang yang bermasalah di Antam,” ujar Jamil.