Kegagalan implementasi aplikasi Coretax senilai lebih dari Rp1,3 triliun menambah deretan masalah dalam sistem perpajakan Indonesia. Dikhawatirkan mengganggu penerimaan pajak yang tahun ini, ditargetkan Rp2.189 triliun.
Menurut Direktur Eksekutif Indonesian Fiscus Watch (IFW), Prayogi R Saputra, bermasalahnya Coretax mencerminkan kegagalan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dalam membangun sistem yang adil dan transparan.
“Proyek ini seharusnya menjadi bagian dari reformasi perpajakan yang lebih modern dan efisien. Namun, dengan kegagalannya, justru menunjukkan bahwa fiskus belum mampu menghadirkan sistem yang benar-benar berkeadilan bagi masyarakat,” ujar Prayogi usai peresmian IFW di Jakarta, Sabtu (1/3/2025).
Dia menilai, kegagalan ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga menunjukkan lemahnya manajemen proyek di lingkungan Kemenkeu. Sebagai pimpinan tertinggi di sektor kebijakan fiskal, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dan Menteri Keuangan Sri Mulyani seharusnya bertanggung jawab atas kegagalan ini.
“Jika reformasi perpajakan ingin berjalan dengan baik, maka sudah saatnya Dirjen Pajak dan Menteri Keuangan mempertimbangkan untuk mundur. Ini agar ada perubahan nyata dan reformasi perpajakan yang lebih berkeadilan dapat diwujudkan,” tegasnya.
Aplikasi Coretax sendiri merupakan sistem yang dirancang untuk meningkatkan efisiensi administrasi perpajakan di Indonesia.
Namun, dengan besarnya anggaran yang dikeluarkan dan hasil yang belum optimal, publik kini mempertanyakan transparansi serta akuntabilitas dalam proyek ini.
“Reformasi perpajakan memang menjadi agenda besar pemerintah, namun dengan terganggunya Coretax ini, kepercayaan masyarakat terhadap sistem pajak bisa menurun? Jelas ini tak bisa dibiarkan,” tandasnya.
Ekonom dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Rijadh Djatu Winardi sepakat, terganggunya aplikasi pajak berbasis digital bernama Coretax, bisa meruntuhkan tingkat kepercayaan publik. Jika itu terjadi, dkhawatirkan berdampak kepada tingkat kepatuhan wajib pajak.
Terkendalanya Coretax yang baru diterapkan di Indonesia pada Januari 2024, kata Rijadh, bertujuan baik. Untuk memperbaiki tax gap dan manajemen basis data perpajakan. Sayangnya, sistem ini masih menghadapi banyak kendala teknis.
Selanjutnya dia membandingkan Singapura yang berhasil menerapkan sistem serupa yakni, MyTax Portal Inland Revenue Authority of Singapore (MyTax IRAS) pada 2007. “Tentu saja sistem di Singapura lebih matang dan teruji. Dengan perbaikan yang tepat, Coretax bisa berkembang menjadi sistem perpajakan yang aman dan efisien,” kata Rijadh.