Presiden Asosiasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (Aspirasi), Mirah Sumirat menyampaikan rasa keprihatinan yang mendalam, terkait rencana pemerintah memotong upah pekerja dan buruh untuk program pensiun tambahan pada tahun depan.
Masa depan pekerja dan buruh bisa hidup layak, itu memang penting. Tapi pemotongan upah pekerja dan buruh untuk tambahan dana pensiun jangka panjang, sepertinya belum tepat diberlakukan untuk kondisi saat ini. Ekonomi pekerja dan buruh sedang tidak baik-baik saja, mas,” kata Mirah, Jakarta, Jumat (13/9/2024).
Sejak 2020-2024, kata Mirah, telah terjadi beberapa peristiwa yang memukul perekonomian kelas pekerja dan buruh. Yakni, pandemi COVID-19 yang melumpuhkan perekonomian, berlakunya UU Cipta Kerja, dan pemberlakuan politik upah murah. “Ketiga peristiwa tersebut merupakan penyumbang terbesar bagi ambruknya perekonomian kelas pekerja dan buruh,” ungkapnya.
Saat pandemi COVID-19, kata Presiden Women Committee Asia Pasifik di UNI APRO itu, banyak perusahaan baik skala kecil, menengah dan besar, terpaksa gulung tikar. Ketika diberlakukan Pembatasan Pergerakan Kegiatan Manusia (PPKM), omzet perusahaan raib seketika. Industripun tak kuasa menahan beratnya biaya operasional karena tidak ada pemasukan.
“Untuk perusahaan berbasis ekspor, pesanan dari luar anjlok drastis. Karena, perekonomian di luar negeri juga kacau. Dampaknya ya pemutusan hubungan kerja (PHK) di mana-mana,” terangnya.
Sedangkan penerapan UU Cipta Kerja Omnibus law, menurut Mirah, mempermudah perusahaan melakukan PHK . Belum lagi pasal -pasal yang terkait dengan status pekerja/buruh yang memperluas penggunaan tenaga kerja kontrak dan outsourching di semua jenis pekerjaan.
Mirah menjelaskan, saat ini, kehidupan kelas menengah sangat memprihatinkan. mereka harus bertahan dengan ‘makan tabungan ‘ alias mantab. Sangat masuk akal jika Badan pusat Statistik (BPS) menyebut terjadinya penurunan jumlah kelas menengah nyaris 10 juta jiwa.
“Jika pemerintah jadi melaksanakan pemotongan upah pekerja dan buruh untuk program pensiun tambahan, bisa pastikan kelas menengah akan masuk jurang kemiskinan yang dalam,” imbuhnya.
Pemerintah saat ini, kata dia, sebaiknya fokus saja memperbaiki ekonomi. Misalnya, bagaimana menurunkan harga bahan pangan hingga 20 persen. Atau merumuskan strategi menuju penaikan upah minimun 20 persen pada 2025. “Sekali lagi, jangan keluarkan regulasi, kebijakan, keputusan yang merugikan rakyat banyak,” pungkasnya.