Ototekno

2 Hambatan Utama Pemerintah dalam Optimalkan AI: Budaya dan Minimnya Talenta

Pemerintah Indonesia tengah berhadapan dengan dua tantangan besar dalam mengoptimalkan pemanfaatan Kecerdasan Buatan atau Artificial Intelligence (AI), yakni budaya dan kurangnya talenta, menurut Juan Kanggarawan, Kepala Data & Analytics Jakarta Smart City.

“Kita harus selalu open minded. Kita harus terus belajar sesuatu yang baru. Kita harus melek akan sebuah perubahan dan mengedepankan prinsip kolaborasi,” kata Juan dalam sesi diskusi bertajuk “Artificial Intelligence for a Greener Future” di Monash University Indonesia, BSD, Tangerang Selatan, pada Jumat (12/5/2023).

Menurut Kanggarawan, yang juga menjabat sebagai Head of Product, Data, Tribe National Ministry (GovTech) & Smart Cities, budaya dan pola pikir masyarakat menjadi hambatan utama dalam pemanfaatan AI. Ia berpendapat bahwa masyarakat Indonesia masih cenderung memiliki pola pikir yang kurang maju, dan pemerintah perlu berperan dalam meluruskan konsep pemikiran terbuka ini.

“Ya saya pikir perlu kita memiliki pola pikir seperti itu tetapi tidak mudah untuk menuju ke sana khususnya di pemerintahan. Itu merupakan tantangan tersulit yang ada di pemerintahan,” jelas Juan.

Kanggarawan optimis bahwa dalam waktu lima hingga sepuluh tahun mendatang, akan ada progres yang signifikan dalam perubahan pola pikir ini.

Tantangan lainnya yang dihadapi dalam pemanfaatan AI, menurut Kanggarawan, adalah kurangnya talenta dengan kemampuan yang baik dalam mengembangkan metode kecerdasan buatan.

“Kedua, talenta. Jika kita berbicara di industri teknologi, jika kita berbicara tentang unicorn, ada tantangan untuk merekrut talenta. Bahkan sekarang kita berbicara tentang pemerintahan di Indonesia ada ASN atau PNS, itu tidak mudah sama sekali,” ujar Kanggarawan.

Untuk mengatasi tantangan ini, menurut Kanggarawan, diperlukan upaya khusus dalam pengembangan talenta AI, termasuk penyediaan materi pembelajaran AI, infrastruktur yang mendukung, dan penyiapan pendidik di bidang AI.

“Di Eropa atau AS mereka 5 tahun 6 tahun mereka mempelajarinya. Gelar sarjana, magister, mereka belajar tentang AI. Bagaimana seseorang bisa membuat kebijakan yang efektif dan baik tentang sesuatu. Tetapi dia sendiri tidak tahu tentang sesuatu itu. Ya sama halnya seperti AI dalam kasus ini. Seseorang harus tahu tentang itu. Kita perlu belajar, belajar dan belajar,” tegas Juan.

Dengan mengatasi kedua tantangan ini, optimis bahwa pemanfaatan AI di Indonesia dapat lebih optimal dan memberikan dampak yang signifikan bagi masyarakat dan pemerintah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button