Ototekno

Gara-gara Elon Musk, Twitter Bakal Ditinggalkan Pengguna?

Banyak pengguna Twitter bersiap untuk meninggalkan platform microblogging ini setelah kehadiran pemilik barunya, Elon Musk. Beberapa pengguna melihat akuisisi ini menjadi alasan untuk terbang menjauh. Akankah platform ini ditinggalkan para penggunanya?

Elon Musk mengumumkan bahwa ‘burung itu telah dibebaskan’ ketika akuisisi Twitter senilai US$44 miliar atau sekitar Rp683 triliun secara resmi ditutup pada 27 Oktober lalu. Tak lama setelah itu, muncul reaksi dari banyak orang untuk bersiap pergi dari Twitter. Terlihat muncul tagar #GoodbyeTwitter, dan #TwitterMigration yang sempat menjadi trending.

Pakar ilmu informasi dari University of Colorado Boulder, Prof Casey Fiesler, dalam tulisannya di The Conversation mengungkapkan bahwa fenomena seperti ini adalah hal yang wajar terhadap platform media sosial yang memang cenderung tidak bertahan selamanya. Kebiasaan online seperti ini sudah terjadi sebelum Twitter.

“Ketika platform media sosial jatuh, terkadang komunitas online yang membuat rumah mereka di sana memudar. Terkadang kemudian mereka mengemasi tas dan pindah ke rumah baru,” ungkap Prof Fiesler.

MIT Technology Review menyebut, Twitter dikabarkan kehilangan hampir 1 juta pengguna. Perkiraan dari Bot Sentinel menunjukkan bahwa sekitar lebih dari 877 ribu akun Twitter menonaktifkan akun mereka antara 27 Oktober dan 1 November 2022, yakni setelah media sosial berlogo burung biru itu diakusisi oleh Elon Musk. Tak hanya itu saja, pada periode yang sama sekitar lebih dari 497 ribu akun Twitter juga ditangguhkan.

“Kami percaya peningkatan penonaktifan (akun Twitter tersebut) adalah hasil dari orang-orang yang kecewa dengan Elon Musk yang membeli Twitter dan memutuskan untuk menonaktifkan akun mereka sebagai protes,” ucap Christopher Bouzy, pendiri Bot Sentinel.

“Kami juga percaya peningkatan penangguhan berasal dari Twitter yang mengambil tindakan pada akun yang sengaja melanggar aturan Twitter untuk melihat apakah mereka dapat melampaui batas ‘free speech‘,” lanjutnya.

Menurut catatan, seminggu sebelum orang terkaya di dunia itu membeli Twitter, hanya 5.958 akun yang dinonaktifkan atau ditangguhkan. Jadi data terbaru menunjukkan adanya peningkatan setinggi 208 persen pada hari-hari setelah pembelian dilakukan.

Apa penyebabnya?

Twitter yang diluncurkan pada Maret 2006 telah banyak mendapat daya tarik dari penggunanya di seluruh dunia. Platform ini tumbuh menjadi kekuatan politik dan sosial yang utama.

Lewat platform ini, pengguna mendapatkan akses ke banyak tokoh dan perwakilan politik yang sebelumnya sulit untuk dijangkau. Juga dapat berkomunikasi dengan cepat dengan perusahaan yang sebelumnya tidak menanggapi masalah layanan pelanggan. Juga bisa mengobrol dengan selebriti dan politisi atau setidaknya dengan public relation mereka.

Twitter juga menjadi tempat pelecehan dan kekerasan, kebencian maupun isu-isu bahkan menjadi sarana komunikasi kelompok pemberontak ataupun kelompok yang menyebarkan kebohongan fasis. Platform tersebut melarang Donald Trump, tetapi perwakilan ekstremis AS Marjorie Taylor Greene dan lainnya masih aktif mempromosikan ideologinya.

Dengan Musk sebagai bos yang kini bertanggung jawab, banyak hal dapat berubah dari minggu ke minggu, dan ketidakstabilan itu dapat menyebabkan lebih banyak ketidaknyamanan terhadap para penggunanya. Salah satunya, Musk sejak awal telah memberi tahu investor bahwa ia bermaksud mengurangi tenaga kerja Twitter hingga 75 persen , atau sekitar 5.600 orang.

Pemangku kepentingan Twitter –seperti karyawan dan investor– yang tidak senang dengan prospek dia sebagai CEO mungkin sudah pergi, atau sedang membuat rencana untuk melakukannya. Pengambilalihan Musk akan menggoyahkan, memecah-belah, dan lebih jauh cara pengguna bekerja sama secara sosial.

Salah satu hal yang membuat banyak orang ingin pindah dari Twitter adalah banyaknya yang percaya bahwa Elon Musk akan membiarkan ujaran rasis, seksis, dan semacamnya, yang bersembunyi dengan kedok sebagai kebebasan dan candaan.

Lihat saja, ujaran kebencian telah meroket di Twitter sejak Musk mengambil alih. Mengutip Variety, penggunaan kata N-word di Twitter meningkat hampir 500 persen dalam periode 12 jam setelah Musk mengakuisisi Twitter. N-word sendiri merupakan salah satu kata kasar, yang tidak bisa sembarangan diucapkan.

Data ini diungkap oleh Network Contagion Research Institute. Selain N-word, Yoel Roth, kepala keamanan dan integritas Twitter, juga melihat sejumlah kecil akun memposting banyak tweet yang menyertakan cercaan dan istilah menghina lainnya.

Sementara menurut Bloomberg, ada peningkatan 1.300 persen dalam cercaan rasis tak lama setelah pengambilalihan. Pada saat bersamaan terjadi lonjakan dramatis antisemitisme dan kebangkitan mengejutkan dalam retorika teori konspirasi virus corona. Ini telah memicu eksodus di antara pengiklan, selebritas, dan para pengguna lainnya.

Beberapa orang sudah menyatakan bahwa mereka meninggalkan platform dan pergi ke media sosial alternatif, seperti Mastadon, Counter Social, dan lainnya –bahkan LinkedIn. Percakapan di Twitter sepanjang pekan ini adalah tentang bagaimana dapat menemukan satu sama lain untuk terhubung dan terus bekerja sama dengan platform baru.

Hal lainnya yang menjadi penyebab banyak warga Twitter hilang adalah karena sistem centang verifikasi berbayar US$7,99 yang diterapkan Elon Musk. Walau Elon Musk memberikan beberapa kelebihan dari akun bercentang berbayar, banyak warga Twitter yang tetap tidak setuju.

Pindah platform tak mudah

Terlepas dari berapa banyak orang yang akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Twitter, dan bahkan berapa banyak orang yang melakukannya pada waktu yang bersamaan, membangun komunitas di platform lain adalah perjuangan yang berat. Migrasi ini sebagian besar didorong oleh efek jaringan komunitas, yang berarti bahwa nilai platform baru bergantung pada siapa lagi yang ada di sana.

Pada tahap awal migrasi yang kritis, orang harus berkoordinasi satu sama lain untuk mendorong kontribusi pada platform baru, yang sangat sulit dilakukan.

“Ini pada dasarnya menjadi, seperti ‘permainan ayam’ di mana tidak ada yang ingin pergi sampai teman mereka pergi, dan tidak ada yang ingin menjadi yang pertama karena takut ditinggalkan sendirian di tempat baru,” papar Prof Fiesler.

Ia mengingatkan bahwa Twitter bukanlah satu komunitas tetapi kumpulan dari banyak komunitas, yang masing-masing dengan norma dan motivasinya sendiri. Karena alasan ini, kematian sebuah platform, baik karena kontroversi, perubahan yang tidak disukai, atau persaingan, cenderung menjadi proses yang lambat dan bertahap.

Apa yang membuat Twitter unggul dan banyak digunakan bukanlah teknologinya, melainkan konfigurasi interaksi khusus yang terjadi di sana. Pada dasarnya tidak ada kemungkinan Twitter, seperti yang ada sekarang, dapat dibentuk kembali di platform lain.

Setiap migrasi kemungkinan akan menghadapi banyak tantangan yang dihadapi oleh migrasi platform sebelumnya. Misalnya saja, kehilangan konten, komunitas yang terfragmentasi, jaringan sosial yang rusak, dan norma komunitas yang bergeser.

Seperti yang ditulis oleh jurnalis teknologi Cory Doctorow, fenomena migrasi pada platform media sosial seperti sebuah ‘situasi penyanderaan’. Pengguna media sosial adalah individu dengan lingkaran teman-temannya. Ancaman kehilangan jejaring sosial itu membuat orang tetap berada di platform ini.

Yang jelas, Twitter sebagai perusahaan publik mungkin kini tengah terbang melayang tanpa arah. Bagaimana bentuk dan nasibnya ketika kembali akan sangat bergantung pada bagaimana Mad Man terbaru di Silicon Valley berhasil mengubah platform ini.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button