Ekonom Bright Institute, Muhammad Andri Perdana memaparkan, Indonesia sepertinya berada di rel yang benar untuk menjadi negara maju. Tapi belakangan justru mengalami kemunduran karena sektor industrinya tak maju-maju. Pemerintahan baru perlu genjot kinerja Kementerian Perindustrian (Kemenperin).
“Indonesia sekilas berada di jalur negara maju. Namun jika dibandingkan dengan negara-negara berpendapatan menengah lainnya, Indonesia ternyata tertinggal,” papar Andri, Jakarta, dikutip Rabu (2/10/2024).
Andri mengatakan, kontribusi industri terhadap produk domestik bruto (PDB) dari negara-negara berpendapatan menengah selain Indonesia, rata-rata bertahan di level 21 persen.
Beda dengan Indonesia, kontribusi manufaktur terhadap PDB justru terus merosot dari 21,02 persen pada 2014, menjadi 18,52 persen di semester-I 2024. “Kita berada dalam jalur deindustrialisasi yang lebih parah dibandingkan negara-negara berpendapatan menengah lainnya,” kata Andri.
Dia pun membeberkan nilai tambah sektor jasa di Indonesia yang masih receh. Padahal, sektor ini mewakili 49 persen pekerja di Indonesia, pada 2022. Kontribusinya terhadap PDB hanya 42 persen. “Jauh tertinggal dibandingkan rata-rata sumbangan sektor jasa terhadap PDB sejumlah negara berpendapatan menengah lainnya, yakni sebesar 53 persen,” kata Andri.
Pada 2022, lanjutnya, International Labour Organization (ILO) mencatat, jumlah masyarakat Indonesia yang mengais rezeki dari sektor agrikultur tersisa 29 persen. Dalam 1 dekade, pekerja agrikultur tergerus 7 persen.
Masih di periode yang sama, kata dia, pekerja sektor industri mengalami fluktuasi. Memang ada kenaikan, tetapi tipis. Dari 21 persen menjadi hanya 22 persen. Sedangkan sektor jasa, mengalami kenaikan luar biasa, dari 43 persen menjadi 49 persen.
Rendahnya nilai tambah sektor jasa ini, menurut Andri, disebabkan banyak faktor. Salah satunya, tak ada perkembangan yang memadai dari industri manufaktur sebagai sektor sekunder yang seharusnya menopang sektor jasa.
Akibatnya, pekerja di sektor jasa, tetap bertahan di sektor yang mereka ciptakan sendiri. “Kita bisa simpulkan sektor jasa, nilai tambahnya sangat rendah karena mayoritas diisi pekerjaan-pekerjaan informal yang tak punya keamanan dan jaminan kerja. Usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) juga sektor jasa yang bernilai tambah sangat rendah,” kata Andri.
Rendahnya nilai tambah sektor jasa ini, sejatinya pernah disampaikan Menteri Keuangan (Menkeu), Sri Mulyani Indrawati.
“Saat ini, Indonesia terjebak dalam sektor jasa yang mendominasi perekonomian. Meski terlihat seperti negara berpendapatan tinggi, komposisi perekonomiannya sebenarnya tidak demikian,” kata Sri Mulyani di Jakarta, Kamis (30/11/2023).
Sri Mulyani mengatakan, sektor jasa saat ini, masih kesulitan mengembangkan sektor jasa manufaktur yang memiliki kualitas tinggi. Indonesia masih bertahan pada sektor jasa yang nilainya masih rendah.
“Sektor jasa di Indonesia masih belum mampu menangkap apa yang disebut dengan sektor jasa manufaktur yang berkualitas tinggi dan bernilai tambah tinggi. Sektor jasa justru sempat mengalami peningkatan, kemudian mendatar,” ujar Sri Mulyani.