Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI), Ubaid Matraji menilai aturan Gubernur Jakarta Pramono Anung memperbolehkan lulusan sekolah dasar (SD) melamar menjadi petugas PPSU mengandung pesan yang kontradiktif dan kontroversi.
Menurutnya, kebijakan ini seperti mengabsahkan putus sekolah dengan memberikan jaminan kerja bergaji UMR bagi lulusan SD.
“Hal ini berpotensi mengurangi motivasi masyarakat untuk menyekolahkan anak hingga SMA/SMK,” kata Ubaid saat dihubungi Inilah.com, Jakarta, Senin (7/4/2025).
Ia pun menyarankan agar aturan tersebut bisa berjalan beriringan dengan agenda wajib belajar 12 tahun, maka perlu diimbangi dengan program pendidikan nonformal, seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) untuk meningkatkan keterampilan dan literasi pekerja.
“Saat ini masih jutaan anak di Indonesia tidak melanjutkan sekolah karena faktor ekonomi. Tanpa intervensi kebijakan yang holistik, kebijakan PPSU bisa menjadi jalan pintas yang mengabaikan urgensi peningkatan kualitas SDM,” ucap Ubaid.
Sebelumnya, Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) August Hamonangan mengaku khawatir maksud baik Pramono jadi bumerang.
Menurutnya, dibukanya lowongan petugas oranye dengan cukup lulusan SD berpotensi gairah warga mengejar taraf pendidikan yang lebih tinggi merosot. Bukan mustahil, keberadaan lowongan ini akan membuat warga lainnya berpikir tak perlu pendidikan tinggi untuk bisa bekerja.
“Saya khawatir kebijakan Pemprov DKI Jakarta akan berdampak negatif terhadap dunia pendidikan di Jakarta. Hal itu tidak menutup kemungkinan membuat beberapa warga kurang semangat menempuh pendidikannya karena merasa sudah mendapatkan jaminan kerja menjadi pasukan oranye,” kata August di Jakarta, dikutip Senin (7/4/2025).
Dia menegaskan, pendidikan warga Jakarta harus tetap berjalan dengan baik melewati semua jenjang mulai dari SD hingga sekolah menengah atas (SMA) sebagai komitmen melaksanakan wajib belajar selama 12 tahun.