Siapa bilang, gejolak ekonomi global tidak berdampak kepada sektor usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) di tanah air. Mahalnya nilai tukar dolar AS terhadap rupiah, berdampak kepada tingginya harga bahan baku industri UMKM.
Guru Besar Ilmu Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Mukhamad Najib mengatakan, Menteri Keuangan Sri Mulyani pernah menyampaikan prediksi bahwa perekonomian 2023 akan gelap gulita, berdampak kepada UMKM.
“Salah satu pelaku ekonomi yang perlu dilihat dan dijaga di tengah redupnya ekonomi dunia adalah usaha mikro kecil dan menengah (UMKM),” kata Najib, dikutip Selasa (26/12/2023).
Dia bilang, UMKM berperan penting dalam menopang perekonomian nasional. Sebagian besar tenaga kerja (99,9 persen) di Indonesia, bekerja di sektor UMKM. Selain itu, UMKM berkontribusi nyata pada pencapaian pembangunan berkelanjutan (SDGs), khususnya agenda pengentasan kemiskinan.
“Oleh karena itu, kelangsungan UMKM harus dijaga sedemikian rupa agar kondisi sosial ekonomi nasional tidak mengalami gejolak yang merugikan,” paparnya.
Seiring itu, pelaku UMKM sekaligus Ketua SHW Center, Hardjuno Wiwoho, berpandangan senada. Untuk itu. pemerintah harus bergerak cepat untuk mengatasi dampak gejolak global terhadap nasib sektor UMKM.
“Kondisi ekonomi global saat ini, sangat tidak menguntungkan bagi sektor usaha kecil (UMKM). Misalnya, kondisi geopolitik dunia, konflik Palestina dan Israel, dan pemilu serentak 2024. Kondisi ini berdampak negatif terhadap UMKM di Indonesia. Terutama UMKM yang sebagian besar bahan bakunya masih impor,” kata Hardjuno.
Pelemahan nilai tukar rupiah, kenaikan harga bahan baku impor, dan meningkatnya ketidakpastian pasar, kata Hardjuno, berdampak kepada naiknya biaya produksi dan berpengaruh pada pelemahan daya saing. Sehingga meningkatkan risiko kerugian bagi UMKM.
Dalam konteks ini, Hardjuno menyarankan agar pemerintah mendorong terciptanya penguatan kerja sama lintas sektor untuk mendukung UMKM. Sejumlah upaya yang dapat dilakukan di antaranya pemberian subsidi untuk bahan baku impor, fasilitas pelatihan untuk meningkatkan efisiensi produksi, dan dukungan untuk pengembangan produk inovatif.
Sebab, lanjut dia, persoalan utama yang kerap menyelimuti UMKM adalah kendala akses Kredit Usaha Rakyat (KUR). Lantaran, UMKM acapkali dianggap tidak feasible (layak) dan unbankable (tidak memenuhi syarat perbankan untuk mendapatkan pinjaman).
“Padahal, pelaku UMKM merupakan tulang punggung roda perekonomian di Indonesia. Saat ini, sedikitnya ada 65,4 juta UMKM yang menyerap 123,3 juta tenaga kerja. Kontribusinya kepada Produk Domestik Bruto mencapai 61 persen. Jadi, ini yang seharusnya menjadi fokus pemerintah,” kata dia.
Adapun dari sisi UMKM, Hardjuno mendorong kelompok pelaku usaha tersebut untuk melakukan berbagai hal yang dapat menekan efek gejolak global, misalnya menggunakan bahan baku lokal, meningkatkan efisiensi produksi, dan mengembangkan produk yang inovatif. “UMKM harus jeli melihat peluang dan tantangan yang ada, serta harus siap untuk melakukan adaptasi,” ujar dia.
Dia mengatakan, SHW Center berkomitmen untuk memberikan pemberdayaan kepada UMKM, termasuk menyediakan infrastruktur dan akses pendukung, untuk membantu UMKM naik kelas ke depannya.
Leave a Reply
Lihat Komentar