Geram Perkara Dugaan Pemerasan SYL Lamban, Pakar Hukum Desak Firli Bahuri Masuk Daftar Buronan


Pakar Hukum Pidana Universitas Trisakti, Abdul Ficar Hadjar mengaku geregetan dengan lambannya penanganan kasus dugaan pemerasan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo, yang menyeret eks Ketua KPK, Firli Bahuri (FB).

Dia mendesak Polsa Metro Jaya mengambil tindakan tegas tanpa pandang bulu, segera masukkan Firli ke dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), alias buronan jika terus-menerus mangkir dari panggilan penyidik. “Harus dijemput paksa dan diperiksa ulang. Kalau tidak bisa datang terus menerus, bisa dinyatakan buron,” ujar Ficar kepada Inilah.com, Minggu (1/12/2024).

Ficar menegaskan, tidak ada alasan bagi penyidik Polda Metro Jaya untuk menghentikan kasus ini dengan mengeluarkan SP3 (Surat Perintah penghentian Penyidikan), seperti keinginan Firli.

Menurutnya, putusan praperadilan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan telah menyatakan bahwa proses hukum terhadap Firli sesuai hukum dan harus dilanjutkan. “Sudah diputuskan praperadilan yang pernah diajukan FB. Perkara ini harus diteruskan ke pengadilan,” tegas Ficar.

Ficar menduga, lambannya penanganan kasus Firli menunjukkan indikasi kelalaian pihak kepolisian. Status Firli sebagai mantan perwira tinggi Polri, tidak boleh menjadi alasan untuk menghambat proses hukum yang sedang berjalan.

“Tidak ada intervensi politik, hanya kepolisian yang menangani agak malas. Ya, seharusnya siapapun tersangkanya diperlakukan sama,” kata Ficar.

Mengingatkan saja, Firli Bahuri mangkir dari panggilan penyidik Polda Metro Jaya dengan alasan menghadiri pengajian bersama anak yatim pada Kamis (28/11/2024). Firli juga meminta penghentian penyidikan (SP3) dengan dalih lemahnya bukti dan lamanya penanganan kasus ini.

Asal tahu saja, penanganan kasus dugaan pemerasan SYL yang menyeret Firli sebagai tersangka, umurnya lebih setahun. Tepatnya pada 23 November 2023, Firli ditetapkan sebagai tersangka.

Anehnya, meski menyandang status tersangka, Firli tidak ditahan. Namun hanya dilakukan cegah dan tangkal (cekal) ke luar negeri. Dan, dua kali berkas perkara Firli dikembalikan jaksa penuntut umum (JPU) dengan alasan belum lengkap.

Hingga kini, polisi masih terus melengkapi berkas perkara tersebut (P-19), agar bisa menjadi P-21 atau diterima JPU.

Dalam perkara ini, Firli dijerat Pasal 12 huruf e atau Pasal 12 huruf B, atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 KUHP. Dengan ancaman hukuman penjara seumur hidup.