News

Giat Para Relawan dan Korban, Mendorong Revisi Total UU ITE

Saat ini gerakan masyarakat sipil terus bergulir, mendorong revisi total Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) yang memiliki beberapa pasal bermasalah. Para relawan dan korban yang tergabung dalam Paguyuban Korban UU ITE (Paku UU ITE) pun mengadakan aksi jalan sehat bersama masyarakat di Car Free Day kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Minggu (28/5/2023) pagi ini, guna meningkatkan kesadaran mereka tentang pentingnya revisi total UU ITE.

“Tujuan utamanya yaitu untuk meningkatkan awareness tentang revisi UU ITE. Permintaannya adalah revisi total dengan menghilangkan pasal pasal bermasalah,” kata Daeng Ipul (45), salah satu relawan Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFEnet), organisasi regional untuk mendukung hak-hak digital di kawasan Asia Tenggara.

Daeng menambahkan kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE yang berpotensi dapat menjerat siapa saja. “Semua bisa kena, korbannya bukan hanya aktivis yang kritis tapi bisa ibu rumah tangga,” ujar Daeng.

Kegiatan ini juga dihadiri para korban UU ITE, salah satunya Anna (32) seorang pedagang di Citayam. Ia dan suaminya yang merupakan pedagang menjadi korban dari pasal-pasal karet dalam undang-undang tersebut. “Suami saya terjerat pasal 28 ayat (2) (UU ITE) tentang ujaran kebencian,” kata Anna pada Inilah.com, Minggu (28/5/2023).

Masalah bermula saat Anna dan suami berdagang di sekitaran kawasan majelis taklim. Namun di saat yang sama majelis tersebut membuat spanduk yang berisikan larangan bagi anggotanya untuk berbelanja di warung-warung sekitaran majelis taklim.

“Saya dan suami seorang pedagang kok (pikir) begini ya, tidak boleh belanja di warung-warung sekitar sedangkan mata pencarian kita di situ ya. Kok majelis ini sampai begitunya membuat spanduk itu gitu,” ujar Anna.

Lantas suaminya melakukan protes dan menentang keras mengenai pelarangan tersebut. Buntut dari protes itu, suami Anna dilaporkan kepada aparat penegak hukum oleh majelis yang tidak disebutkan namanya itu dan dijelas pasal 28 ayat (2) UU ITE.

Ia berharap dengan diadakannya kegiatan ini pemerintah dapat segera menghapuskan atau merevisi total pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE. Menurut Anna para korban banyak yang sedang membela hak-hak mereka justru harus ditahan.

“Malah sebenarnya pelapor itu kalo kita bilang mereka yang bermasalah mungkin mereka takut akhirnya mereka melaporkanlah kita-kita ini (korban UU ITE),” ungkapnya.

Diketahui, Paku ITE menggelar aksi jalan santai bersama para korban UU ITE di kawasan Bundaran HI, Minggu (28/5/2023) pagi. Acara ini dilaksanakan dalam rangka mendukung sidang lanjutan aktivis Fatia Maulidiyanti dan Haris Azhar, sekaligus mendesak Komisi I DPR untuk melakukan revisi terhadap peraturan itu.

Ia mengharapkan dengan diadakan kegiatan ini dapat mendorong perhatian publik serta pemerintah, DPR RI, untuk dapat segera merevisi pasal-pasal bermasalah dalam UU ITE agar tidak menyasar pihak-pihak yang ingin menyuarakan kebenaran di muka umum. “Makanya kami sangat mengharapkan agar pemerintah Dan DPR agar segera menghapus pasal-pasal bermasalah di Undang-Undang ITE,” ungkap Arsyad kepada Inilah.com, Minggu (28/5/2023).

Adapun pasal-pasal yang dituntut untuk segera dilakukan revisi total adalah sebagai berikut:

1.Menghapus Pasal 26 (3) tentang penghapusan data karena sudah diatur di Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi;

2. Menghapus Pasal 27 (1) tentang kesusilaan karena sudah diatur di Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual;

3. Menghapus Pasal 27 (3) tentang pencemaran nama baik dan Pasal 28 tentang penyebaran berita bohong karena kerap disalahgunakan untuk membungkam kritik dan ekspresi damai; dan

4. Merevisi Pasal 40 (2) (b) tentang pemutusan akses internet yang kerap digunakan untuk membatasi laju informasi, terutama di wilayah Papua.

Sekadar informasi, Haris Azhar dan Fatia dilaporkan Luhut Binsar Pandjaitan atas kasus dugaan pencemaran nama baik. Keduanya ditetapkan sebagai tersangka dan sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Timur.

Haris dan Fatia dilaporkan berdasarkan video dengan tajuk ‘Ada Lord Luhut di Balik Relasi Ekonomi-Ops Militer Intan Jaya” yang diunggah melalui akun Youtube milik Haris Azhar.

Dalam video tersebut dibahas tentang laporan dari Koalisi Bersihkan Indonesia yang mengangkat isu bisnis para pejabat atau purnawirawan TNI di tambang emas atau rencana eksploitasi wilayah Intan Jaya, Papua.

Berdasarkan berkas perkara dilimpahkan penyidik ke Kejaksaan Negeri Jakarta Timur ada empat pasal yang disangkakan kepada Haris dan Fatia, yakni Pasal 27 ayat 3 junto Pasal 45 ayat 3 UU ITE. Kedua, Pasal 14 ayat 2 UU Nomor 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana, ketiga, Pasal 15 juga UU Nomor 1 tahun 1946, keempat, Pasal 310 KUHP tentang Penghinaan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button