Kanal

Gunung Merapi Kembali Erupsi, Waspadai Bahaya Abu Vulkanik

Untuk kesekian kalinya, Gunung Merapi kembali mengalami erupsi, Sabtu (11/3/2023), dengan memuntahkan awan panas guguran (APG). Masyarakat diimbau lebih berhati-hati bukan hanya guguran lava dan awan panas tetapi juga abu vulkanik. Jenis abu dari gunung berapi ini memiliki dampak yang merusak bagi tubuh.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) menyebutkan awan panas guguran erupsi Gunung Merapi memiliki jarak luncur sejauh 4 kilometer ke arah barat daya yaitu di alur Kali Bebeng dan Krasak. Sementara abu vulkaniknya menyebar hingga 33 kilometer dari puncak.

Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso mengatakan berdasarkan pantauan sejak meluncur pertama pada pukul 12.12 WIB hingga 16.00 WIB, awan panas guguran tercatat ke luar dari Merapi sebanyak 24 kali. “Setidaknya intensitasnya terbesar kedua setelah (erupsi) pada 27 Januari 2021. Saat itu rentetan awan panasnya sebanyak 52 kali ke arah Kali Boyong,” kata dia saat konferensi pers virtual dipantau di Yogyakarta, Sabtu kemarin.

Agus mengatakan hujan abu tipis akibat erupsi Merapi itu terjadi di sektor barat laut-utara dengan intensitas bervariasi yang di antaranya mencapai Kota Magelang, Jawa Tengah. Sebaran abu juga dilaporkan menjangkau hingga wilayah Wonosobo, Jawa Tengah atau mencapai 33 km dari puncak Merapi.

“Jauhnya sebaran abu Merapi ini tidak berarti kemudian erupsinya sangat besar karena ini tergantung kekuatan angin juga tapi memang intensitasnya saat ini terhitung cukup besar,” kata dia.

Hingga saat ini, Budi mengatakan BPPTKG masih mempertahankan status Gunung Merapi di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta pada Level III atau Siaga.

Indonesia memiliki jumlah gunung berapi aktif sebanyak 127, terbanyak di dunia dan menduduki peringkat pertama dengan jumlah korban jiwa terbanyak. Hal ini mengingat letak Indonesia yang berada di antara dua benua dan dua Samudra. Indonesia juga terletak di antara ring of fire (cincin api Pasifik) yang membentang dari Nusa Tenggara, Bali, Jawa, Sumatra, Himalaya, hingga ke Mediterania. Inilah sebabnya di negara kita banyak gunung berapi aktif yang bisa meletus sewaktu-waktu.

Dengan kondisi Indonesia yang seperti ini sangat berisiko bagi warganya terpapar tidak hanya guguran lava dan awan panas tetapi juga abu vulkanik. Setiap terjadi erupsi gunung berapi di Tanah Air, seperti yang terjadi pada Gunun Merapi, abu vulkanik menyebar dengan cepat ke daerah sekitarnya. Ini membahayakan bagi kesehatan.

Abu vulkanik adalah campuran batuan, mineral, dan partikel kaca yang dikeluarkan dari gunung berapi selama letusan. Partikelnya sangat kecil berdiameter kurang dari 2 milimeter. Bersama dengan uap air dan gas panas lainnya, abu vulkanik merupakan bagian dari kolom abu gelap yang naik di atas gunung berapi saat meletus. Karena ukurannya yang kecil dan kerapatannya yang rendah, partikel penyusun abu vulkanik dapat menempuh jarak yang jauh, terbawa angin.

Abu vulkanik, sering disebut juga pasir vulkanik atau jatuhan piroklastik terdiri dari batuan berukuran besar sampai berukuran halus. Batuan yang berukuran besar (bongkah – kerikil) biasanya jatuh di sekitar kawah sampai radius 5-7 km dari kawah. Sementara yang berukuran halus dapat menjelajah hingga jarak mencapai ratusan bahkan ribuan kilometer dari kawah karena dapat terpengaruh oleh adanya hembusan angin.

Abu vulkanik mengandung banyak unsur logam, seperti Timbal (Pb), Tembaga (Cu), Krom (Cr), Kadmium (Cd), Seng (Zn), Boron (B), Barium (Ba), Selenium (Se), Perak (Ag), Besi (Fe), pH H2O, SiO2 dan Silika (Si). Abu vulkanik memiliki kandungan lapisan asam yang berbahaya bagi kesehatan karena bisa menyebabkan gangguan pernafasan, batuk, iritasi pada paru-paru dan mata maupun kulit tubuh.

Mengutip National Geographic, berbeda dengan abu yang dihasilkan dari pembakaran kayu dan bahan organik lainnya, abu vulkanik bisa berbahaya. Partikelnya sangat keras dan biasanya memiliki tepi bergerigi. Akibatnya, dapat menyebabkan iritasi mata, hidung, dan paru-paru, serta gangguan pernapasan.

Saat berada di udara, abu dapat menyebabkan masalah pada mesin jet, memaksa maskapai membatalkan penerbangan melalui area yang terkena dampak. Hujan abu yang meninggalkan lapisan abu yang tebal juga dapat menyebabkan atap runtuh, menyumbat selokan, dan mengganggu unit AC. Hewan di daerah yang tertutup abu vulkanik mungkin kesulitan mencari makanan, karena tumbuhan di daerah tersebut tertutup abu. Abu juga dapat mencemari persediaan air.

Apa saja dampaknya?

Pusat Krisis Kementerian Kesehatan mengungkapkan, beberapa dampak dari abu vulkanik bagi tubuh. Yang paling terdampak adalah sistem pernapasan. Partikel abu sangat halus sehingga dapat masuk ke dalam paru-paru ketika kita bernapas. Apabila paparan terhadap abu cukup tinggi, maka orang yang sehat pun akan mengalami gangguan pernapasan, mengalami kesulitan bernapas disertai batuk dan iritasi.

Ada beberapa tanda penyakit pernapasan akut (jangka waktu pendek) akibat abu vulkanik yakni iritasi hidung dan pilek, serta iritasi dan sakit tenggorokan, kadang disertai dengan batuk kering. Bagi penderita penyakit pernapasan, abu vulkanik dapat menyebabkan penyakitnya menjadi lebih serius seperti tanda-tanda bronkitis akut selama beberapa hari. Juga batuk kering, produksi dahak berlebih, mengi dan sesak napas. Dampak lainnya ke dalam sistem pernapasan adalah iritasi saluran pernapasan bagi penderita asma atau bronchitis serta ketidaknyamanan saat bernapas.

Selain berdampak pada pernapasan, abu vulkanik juga menyebabkan penyakit mata. Iritasi mata merupakan dampak kesehatan umum yang sering dijumpai. Hal ini terjadi karena butiran-butiran abu yang tajam dapat merusak kornea mata dan membuat mata menjadi merah. Pengguna lensa kontak diharapkan menyadari hal ini dan melepas lensa kontak mereka untuk mencegah terjadinya abrasi kornea.

Tanda-tanda umum dari penyakit mata akibat abu vulkanik adalah merasakan seolah-olah ada partikel yang masuk ke mata. Selain itu mata menjadi sakit, perih, gatal atau kemerahan, mengeluarkan air dan lengket serta kornea lecet atau tergores. Biasanya terjadi pembengkakan kantong mata sekitar bola mata karena adanya abu, yang mengarah pada memerahnya mata, terasa terbakar dan menjadi sangat sensitif terhadap cahaya.

Pengaruh lain dari abu vulkanik adalah menyebabkan iritasi kulit untuk sebagian orang, terutama ketika abu vulkanik tersebut bersifat asam. Tanda-tandanya terlihat dengan terjadinya iritasi dan memerahnya kulit, serta infeksi sekunder akibat garukan.

Tips mengatasi abu vulkanik

Untuk mengatasi dampak bahaya abu vulkanik, ada beberapa langkah yang perlu dilakukan. Mengutip dinkes.jogjaprov.go.id, langkah yang bisa dilakukan untuk menghindari efek abu vulkanik adalah menghindari keluar rumah jika tidak mendesak. “Kalau keluar rumah gunakan masker yang sedikit dibasahi agar abu halus tidak terhirup nafas. Gunakan juga kaca mata dan pakaian yang menutup rapat seluruh tubuh,” sarannya.

Khusus anak-anak yang rentan dengan dampak bahaya abu vulkanik, ada baiknya selalu mengenakan masker meskipun di dalam rumah. Apalagi jika dirasakan abu telah mengotori banyak perabot rumah.

Selain itu, tutup semua makanan, air minum maupun air bersih agar tidak terkontaminasi dengan abu vulkanik. Cegah mengkonsumsi makanan yang terkontaminasi abu vulkanik. Dianjurkan minum air putih banyak-banyak untuk menjaga kesehatan dan menetralisir abu yang terhirup ke dalam tubuh.

Anda juga disarankan untuk memperbanyak konsumsi makanan bergizi terutama dalam kondisi darurat semacam ini untuk menjaga sistem kekebalan tubuh memerankan fungsinya secara optimal. Jika dirasakan adanya gejala seperti mata perih, batuk, atau tenggorokan terganggu segera minum obat atau segera periksakan ke Puskesmas atau dokter. Mencegah dan mengatasi bahaya abu vulkanik merupakan langkah preventif untuk mencegah kondisi lebih parah.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button