Guru Besar Unhan: Indonesia Bisa Perluas Pasar Ekspor Tradisional ke BRICS Lebih Cepat


Guru Besar Hubungan Internasional Universitas Pertahanan (Unhan) Prof Anak Agung Banyu Perwita menilai Indonesia dapat mengembangkan pasar ekspor tradisional ke negara-negara anggota BRICS dengan lebih cepat.

“Tentu saja Indonesia dapat mengembangkan pasar ekspor tradisional ke negara-negara anggota BRICS dengan lebih cepat, mengingat BRICS memiliki jejaring ekonomi/perdagangan yang lebih sederhana dibandingkan negara-negara di Global North,” kata Prof Anak Agung di Jakarta, seperti dikutip Rabu (9/4/2025).

Menurut dia, hal ini sesuai dengan harapan Presiden Prabowo Subianto untuk melakukan ekspansi pasar bagi beragam komoditi ekspor Indonesia.

Akan tetapi, katanya, upaya tersebut hanya dapat dilakukan pemerintah melalui pengembangan diplomasi perdagangan yang lebih efektif dengan melibatkan berbagai sektor dan pemangku kepentingan di tanah air.

“Persoalan kita selalu terkait dengan koordinasi, maka seharusnya semua pemangku kepentingan bisa berpadu di bawah arahan Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Perdagangan,” katanya.

Dia menambahkan bahwa Kementerian Luar Negeri RI juga perlu dilibatkan secara lebih dalam sekaligus untuk merumuskan kebijakan luar negeri ekonomi (economic foreign policy) dan kebijakan perdagangan internasional (international trade policy).

“Kita masih gagap untuk merumuskan kedua kebijakan ini dan tentunya juga sangat perlu melibatkan kalangan kampus yang memang memiliki ekspertise atas dua isu tersebut,” kata Prof Anak Agung.

Lebih lanjut, katanya, perlu mengakomodasi subject matter experts untuk membantu pemerintah terkait dua kebijakan tersebut.

“Harus kita akui, kita memang masih sangat lemah dalam hal kebijakan dan implementasi kebijakan, juga dalam bidang ekonomi dan perdagangan internasional,” ucapnya.

Prof Anak Agung kembali menegaskan bahwa Indonesia hanya akan dapat memanfaatkan BRICS/NDB (New Development Bank) apabila semua sektor serta pemangku kepentingan bersama-sama merumuskan beragam kebijakan yang dibutuhkan untuk memanfaatkan mekanisme baru tersebut.

“Sudah saatnya, kita bukan saja untuk mengidentifikasi berbagai comparative advantage yang kita miliki, namun juga merumuskan berbagai kebijakan dan instrumen yang dapat kita lakukan untuk memanfaatkan kedua mekanisme baru tersebut,” katanya.

Terkait kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump, ia beranggapan bahwa keunggulan yang dapat dilakukan Global South sebenarnya bertujuan untuk mengurangi ketergantungan pada AS.

“Dan hal ini tentu saja akan berpulang pada political will dari negara-negara Global South untuk mewujudkan. Jadi, kebijakan Trump sebetulnya menjadi peluang emas bagi Global South untuk dapat lebih mandiri ketimbang hanya tergantung pada AS,” katanya.