Gus Dur Dikudeta hingga Tuduhan Korupsi, Keluarga Akui tak Pernah Dendam


Istri Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Sinta Nuriyah, mengakui keluarganya sakit hati atas kudeta dan tuduhan korupsi selama memimpin Indonesia pada periode 1999-2001.

Menurutnya, berbagai tuduhan dialamatkan kepada Gus Dur melalui prosedur yang salah dan saling tabrak bahkan sampai saat ini tidak ada satupun dari tuduhan tersebut yang terbukti.

“Bagi kami yang paling menyakitkan adalah tuduhan seolah Gus Dur telah melakukan tindakan korupsi,” kata Sinta saat menghadiri Silaturahmi Kebangsaan bersama MPR RI di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (29/9/2024).

Sinta menyatakan Gus Dur tidak pernah berniat memperkaya diri dan keluarga dengan melakukan tindakan korupsi. Ia pun menegaskan seluruh rakyat Indonesia pun mengetahui itu.

“Semua orang yang mengenal Gus Dur dan saya rasa di ruangan ini banyak sekali orang yang pernah secara langsung berinteraksi dengan Gus Dur bisa bersaksi tentang kesederhanaan Gus Dur. Sampai akhir hayatnya, Gus Dur tidak pernah menumpuk harta benda,” ujarnya.

“Lebih ironis, Gus Dur juga telah dijatuhkan karena dianggap tidak patuh pada MPR,” lanjutnya.

Kendati demikian, Sinta mengatakan keluarga Gus Dur tidak pernah menyimpan dendam terhadap siapapun atas pelengseran Gus Dur dari kursi kepresidenan. Namun keluarga menilai penting bagi negara untuk meluruskan sejarah agar seluruh bangsa bisa belajar dan tidak mengulangi masalah yang sama.

“Kudeta terhadap Gus Dur merupakan peristiwa politik pertama. Ketika presiden yang terpilih secara demokratis, dijatuhkan di tengah jalan,” tuturnya.

Karena itu, Sinta dan keluarga menyambut dengan senang hati keputusan MPR RI yang telah resmi mencabut Ketetapan (TAP) MPR Nomor II Tahun 2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden RI Abdurrahman Wahid atau Gus Dur.

Keluarga Gus Dur pun meminta pemerintah untuk segera merehabilitasi nama tokoh besar Nahdlatul Ulama tersebut. Menurut Sinta, pencabutan TAP MPR bisa menjadi batu pengikat, pengingat, agar peristiwa yang menimpa Gus Dur tidak terulang kembali.

“Kami berharap bisa menjadi cermin paling jernih bagi pendewasaan demokrasi bagi indonesia, agar tidak dipertahankan oleh tangan-tangan kotor,” ungkap Sinta.