Market

GWM Bakal Naik Bertahap, Target Harga 3 Saham Bank ini Sangat Memikat

Rencana kenaikan Giro Wajib Minimum alias GWM secara bertahap oleh Bank Indonesia (BI) tidak akan berpengaruh negatif terhadap kinerja perbankan. Sebab, menurut analis, likuiditas di perbankan saat ini masih berlimpah.

Target harga fundamental untuk tiga saham bank pun mendapatkan apresiasi di angka yang sangat memikat. Ketiga saham tersebut adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI).

Felix Darmawan, Reseacrh Associate PT Panin Sekuritas mengatakan, BI berencana menaikkan GWM perbankan secara bertahap mulai Maret 2022. “Hal ini sebagai kebijakan normalisasi stimulus pandemi Covid-19 yang berdampak pada ketersediaan likuiditas di pasar,” katanya dalam Morning Briefing yang dipantau melalui kanal You Tube di Jakarta, Selasa (8/2/2022).

Dalam simulasinya, rencana kenaikan GWM sebesar 350 basis poin dalam berbagai tahap. Pada Maret 2022, penaikan sebesar 150 basis poin, pada Juni sebesar 100 basis poin dan pada September sebesar 50 basis poin.

BI menilai kenaikan GWM ini tidak membuat likuiditas perbankan menjadi ketat. Sebab, saat ini kelebihan likuiditas di pasar lebih tinggi daripada kondisi sebelum pandemi. Saat ini alat likuid terhadap dana pihak ketiga atau ALDPK mencapai 35%.

“Angka ini masih jauh lebih tinggi dari sebelum pandemi, yakni yang tertinggi di posisi 21 persen,” ungkap dia.

Dengan kenaikan GWM dalam beberapa tahap tersebut, target rasio ALDPK turun menjadi 30% pada akhir 2022. “Rasio tersebut tetap masih lebih tinggi dari periode sebelum pandemi COVID-19,” timpal dia.

Lebih jauh Felix menjelaskan, berbagai bank sudah mengantisipasi kebijakan tersebut. Bank Mandiri masih memiliki likuiditas cukup untuk melakukan konversi dari likuiditas Rp24-26 triliun ke dalam GWM.

Begitu juga dengan BNI yang tidak terlalu terpengaruh oleh kenaikan GWM. Sebab, rasio loan to deposit ratio (LDR) masih 79%. BNI juga melakukan penyesuaian proporsi kepemilikan surat berharga yang akan terkonversi menjadi GWM.

“Akan tetapi, dampaknya tidak akan signifikan bagi profitabilitas BNI itu sendiri,” timpal Felix.

Dana Kelolaan Wealth Management Tumbuh Pesat

Selain faktor likuiditas, dia juga menggarisbahwahi terkait dana kelolaan wealth management dari berbagai perbankan yang tumbuh pesat. Rata-rata bisnis ini tumbuh double digit di tengah pandemi seiring dengan minat investasi masyarakat yang semakin tinggi.

Dia menyebutkan Bank Mandiri yang mencatatkan asset under management alias AUM sebesar Rp232 triliun. Angka ini terdiri dari berbagai produk perbankan dan investasi di 2021. Produk AUM terbesar terkontribusi dari investasi surat berharga yang naik sebesar 31 persen dari tahun sebelumnya.

“Kenaikan dana kelolaan tersebut juga berdampak positif terhadap fee based income yang tumbuh 32% pada periode yang sama,” ungkap Felix.

Pada 2022, Bank Mandiri menargetkan pertumbuhan AUM di kisaran satu digit dengan meningkatkan transaksi dan dana kelolaan pada reksa dana, khususnya reksa dana saham dan pendapatan tetap.

“Reksa dana pendapatan tetap menjadi yang favorit bagi nasabah Bank Mandiri karena mengakomodir kebutuhan cash flow bulanan dari nasabah,” tuturnya.

Begitu juga dengan BCA yang dana kelolaannya tumbuh sebesar 50% pada 2021 dari tahun sebelumnya menjadi Rp87 triliun. Terbesar terkontribusi oleh reksa dana dan obligasi.

“Ini menjadi pencapaian tersendiri bagi BCA karena pengembangan produk investasi ini masih terhitung baru dan mendapat respons positif dari pasar nasabahnya,” ucapnya.

Seiring maraknya sektor teknologi di pasar modal yang terdiri dari berbagai macam perusahaan teknologi terkemuka, BCA juga meluncurkan produk investasi syariah. Produk ini berfokus pada sektor teknologi di pasar global, yakni Batavia Technology Sharia Equity USD.

BNI juga mencatatkan pertumbuhan wealth management yang baik. Pertumbuhannya mencapai 20% di 2021 menjadi Rp166 triliun. Pada 2022, BNI menargetkan pertumbuhan dana kelolaannya sebesar double digit.

“Seiring banyaknya nasabah yang melek akan investasi dan semakin banyaknya nasabah Emerald BNI target tersebut realistis,” ujarnya.

Rekomendasi dan Target Harga Saham

Tumbuhnya dana kelolaaan di berbagai bank ini, lanjut Felix, tentu berdampak positif pada kenaikan fee based income. Ini juga dapat meminimalisir dampak dari kenaikan GWM dari BI pada tahun 2022. “Khususnya bagi bank yang perlu mengkonversi portofolio di surat berharganya ke GWM,” papar dia.

Oleh karena itu, Feix masih merekomendasikan beli untuk tiga saham bank tersebut:

  1. BBCA dengan target harga di Rp8.300 yang merefleksikan Price to Book Value (PBV) di level 4,4 kali untuk 2022;
  2. BMRI dengan target harga di Rp8.600 yang merefleksikan Price to Book Value (PBV) di level 1,8 kali di 2022; dan
  3. BBNI dengan target harga Rp 8.600 yang merefleksikan Price to Book Value (PBV) sebesar 1,4 kali di 2022.

Pada perdagangan Rabu (9/2/2022) hingga pukul 11.00 WIB, saham BBCA melaju naik Rp175 (2,3%) ke posisi Rp7.900; saham BMRI menguat Rp75 (1%) ke angka Rp7.700; dan saham BBNI menguat Rp100 (1,3%) ke posisi Rp7.600 per unit saham.

Disclaimer: Pelajari dengan teliti sebelum membeli atau menjual saham. Inilah.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan atau kerugian yang timbul. Keputusan investasi ada di tangan investor.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button