Merespons kebijakan Donald Trump yang mematok bea masuk 32 persen untuk produk Indonesia jika ingin masuk pasar AS, pemerintah memilih jalur negosiasi alias lobi. Mudah-mudahan berhasil, karena Trump dikenal sebagai sosok yang alot alias kaku.
Menurutnya, pemerintah terus melakukan koordinasi lintas Kementerian dan Lembaga serta menjalin komunikasi dengan United States Trade Representative (USTR), U.S. Chamber of Commerce, dan negara mitra lainnya dalam rangka merumuskan langkah strategis.
“Koordinasi dilakukan untuk memastikan bahwa setiap kebijakan yang diambil mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh dan selaras dengan kepentingan nasional,” dikutip dari siaran pers Kemenko Perekonomian, Jakarta, Minggu (6/4/2025).
Dalam keterangan tersebut, pemerintah dipastikan tidak akan menempuh retaliasi, atau tindakan pembalasan di bidang perdagangan antar negara.
Namun, pemerintah justru akan mengutamakan jalur diplomasi dan negosiasi untuk mencari solusi yang akan menguntungkan Indonesia maupun AS.
“Pendekatan tersebut diambil dengan mempertimbangkan kepentingan jangka panjang hubungan perdagangan bilateral, serta untuk menjaga iklim investasi dan stabilitas ekonomi nasional,” tulisnya.
Adapun dalam keterangan tersebut, Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengaku telah menyiapkan sejumlah rencana dalam merespons kebijakan tersebut. Pasalnya, AS hanya memberikan waktu hingga 9 April sebelum kenaikan tarif baru diberlakukan.
“Kita dikenakan waktu yang sangat singkat, yaitu 9 April, diminta untuk merespons. Indonesia menyiapkan rencana aksi dengan memperhatikan beberapa hal, termasuk impor dan investasi dari Amerika Serikat,” kata Menko Airlangga dalam Rapat Koordinasi Terbatas Lanjutan terkait Kebijakan Tarif Resiprokal Amerika Serikat yang digelar secara virtual, Jakarta, Minggu (6/4/2025).
Langkah diplomasi dan negosiasi ini dilakukan dengan mempertimbangkan sejumlah industri ekspor yang terdampak, seperti industri busana dan alas kaki. Dengan demikian, pemerintah akan berkomitmen memberikan dukungan melalui berbagai insentif yang tepat sasaran untuk menjaga daya saing dan keberlangsungan usaha.
Diketahui, Presiden Trump pada Rabu (2/4/2025) mengumumkan kenaikan tarif perdagangan ke negara-negara yang selama ini menikmati surplus neraca perdagangan dengan AS.
Dari data Gedung Putih, Indonesia berada di urutan ke delapan di daftar negara-negara yang terkena kenaikan tarif AS, dengan besaran 32 persen.
Sekitar 60 negara bakal dikenai tarif timbal balik separuh dari tarif yang mereka berlakukan terhadap AS. Indonesia bukan satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara, yang menjadi sasaran kebijakan dagang AS itu.
Ada pula Malaysia, Kamboja, Vietnam serta Thailand dengan masing-masing kenaikan tarif 24 persen, 49 persen, 46 persen dan 36 persen.
Tarif universal era Trump dikabarkan akan mulai berlaku pada Sabtu (5/4/2025), sementara tarif timbal balik, yang menargetkan sekitar 60 mitra dagang AS, akan diberlakukan mulai Rabu (9/3/2025). Dijelaskan bahwa uang yang dihasilkan dari tarif baru itu akan digunakan untuk mengurangi pajak warga AS dan membayar utang AS.
Dikutip dari situs resmi Gedung Putih, Kamis (3/4/2025), Trump mempersoalkan kebijakan TKDN Indonesia di berbagai sektor, perizinan impor yang sulit hingga kebijakan Presiden Prabowo Subianto yang mengharuskan perusahaan sumber daya alam menyimpan pendapatan ekspor di rekening dalam negeri.
“Indonesia menerapkan persyaratan konten lokal di berbagai sektor, rezim perizinan impor yang kompleks, dan mulai tahun ini akan mengharuskan perusahaan sumber daya alam untuk memindahkan semua pendapatan ekspor ke dalam negeri untuk transaksi senilai USD 250.000 atau lebih,” ujar Trump.