News

DPR Dorong KPK Periksa Seluruh Komisaris dan Direksi Pemutus Sewa Pesawat yang Rugikan Garuda

Anggota Komisi VI DPR asal Demokrat Herman Khaeron mendesak KPK memeriksa seluruh direksi dan komisaris PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang tersangkut dugaan mark up pengadaan pesawat terbang.

“Kalau memang ada kerugian di BUMN harus dikejar diusut tuntas penyebabnya, dan jika ada penyalahgunaan wewenang dan menabrak aturan, apalagi merugikan keuangan negara, harus dikejar. Aparat penegak hukum, khususnya KPK perlu bergerak cepat,” papar Herman kepada Inilah.com, Jakarta, Selasa (2/11/2021).

Gayung bersambut. Koordinator Masyarakat Anti Korupsi (MAKI) Boyamin Saiman mendukung bongkar-bongkaran dugaan korupsi di PT Garuda Indonesia (persero) tbk. Dan, Kementerian BUMN harus berani menjadi pelapornya ke KPK.

“Isu-isu soal mark up pembelian atau sewa pesawat kemahalan di garuda itu bukan barang baru. Saya pribadi sangat mendukung untuk dibongkar sampai ke akarnya. Siapa tokoh intelektualnya. Dan, Kementerian BUMN harus menjadi pelopornya. Dia harus menjadi pelapor ke KPK,” tegas Boyamin kepada Inilah.com, Selasa (2/11/2021).

Dirinya juga mendukung seluruh mantan direksi dan komisaris Garuda diperiksa KPK. Selain itu, KPK perlu menelisik adanya dugaan bonus kinerja yang diterima mantan komisaris dan direksi Garuda. Padahal, secara keuangan, Garuda sedang berdarah-darah.

“Realitasnya Garuda kan merugi, artinya kinerja bermasalah. Jadi, enggak mungkin ada tantiem (bonus) atau apa namanya tunjangan kinerja,” ungkapnya.

Mantan Komisaris Garuda, Peter F Gontha mempertanyakan sewa pesawat Bombardier CRJ-1000 yang tidak cocok dipakai di Indonesia. Dia mempertanyakan siapa yang memutskan sewa tersebut.

Informasi saja, Garuda menyewa 18 pesawat Bombardier tipe CRJ 1000 dari dua perusahaan leasing alias lessor asal Denmark dan Kanada. Dari 18 pesawat itu, Garuda mengembalikan 12 pesawat CRJ1000 kepada Nordic Aviation Capital (NAC). Sedangkan delapan lainnya masih negosiasi dengan Export Development Canada (EDC).
 
Dari pengoperasian 12 pesawat CRJ 1000, Garuda tekor hingga US$30 juta per tahun. Itu belum termasuk biaya sewa pesawat US$27 juta. Upaya pengembalian pesawat ke NAC bukan perkara mudah lantaran jatuh tempo sewanya 2027. Sedangkan jatuh tempo sewa pesawat CRJ 1000 milik EDC jatuh temponya 2024.

Asal tahu saja, pengadaan sewa pesawat Bombardier CRJ 1000 ini dilakukan pada 2011. Kala itu, Emirsyah Satar menjabat Direktur Utama Garuda. Dan, KPK berhasil membongkar adanya suap Bombardier kepada Emirsyah senilai US$1.166.667. Atas kasus ini, Emirsyah diganjar bui 8 tahun.

Tak hanya pesawat Bombardier, Peter juga mempersoalkan sewa Boeing 777 yang menurutnya kemahalan. Di mana, Garuda menyewa Boeing 777 senilai US$1,4 juta sementara harga pasaran US$750.000.

Menariknya, Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga menyebut Peter Gontha saat menjabat komisaris Garuda, ikut meneken kontrak beberapa kontrak sewa pesawat. Namun ada juga yang ditolaknya.

“Tapi beliau ikut semua tanda tangan penyewaan pesawat, jadi kalau bisa, dorong saja supaya bisa diperiksa komisaris, direksi yang pada saat itu, memang bertugas di sana (Garuda). Supaya terang benderang,” ujar Arya

Ia menuturkan, pihak Kementerian BUMN tak keberatan, bahkan mendukung apabila Peter Gontha melaporkan kasus mahalnya sewa pesawat Garuda ke KPK dan Kemenkumham. “Kami support apa yang dilakukan Peter Gontha, termasuk Peter Gontha-nya sekalian bisa menjelaskan,” jelas Arya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Iwan Purwantono

Mati dengan kenangan, bukan mimpi
Back to top button