Hamas Sebut tak akan Jadi Bagian Pemerintahan Asalkan Ada Konsensus


Kelompok perjuangan kemerdekaan Palestina, Hamas, mengatakan bahwa mereka tidak akan menjadi bagian dari pengaturan administratif apa pun di Jalur Gaza pascaperang dengan syarat adanya konsensus nasional.

“Segala pengaturan untuk masa depan Gaza setelah agresi (Israel) harus didasarkan pada konsensus nasional, dan kami akan memfasilitasinya,” kata juru bicara Hamas Hazem Qassem, kepada Anadolu Agency, Selasa (4/3/2025).

“Tidak perlu bagi Hamas untuk menjadi bagian dari pengaturan administratif di Gaza. Hamas tidak tertarik dengan hal itu dan sama sekali tidak ingin terlibat dalam pengaturan tersebut,” tambahnya.

Qassem menggarisbawahi pentingnya pengaturan administratif ini dilakukan dengan konsensus nasional internal.

“(Hamas) tidak akan membiarkan kekuatan eksternal mana pun ikut campur,” ujarnya.

Dia mengatakan bahwa pengaturan itu harus mengarah pada pelaksanaan proses rekonstruksi yang serius dan nyata untuk menyelamatkan rakyat di Gaza dari bencana yang mereka alami akibat perang genosida Israel.

Hamas, menurut Qassem, tidak akan menjadi penghalang bagi pengaturan apa pun yang dicapai melalui konsensus nasional yang memulai rekonstruksi di Jalur Gaza.

Pada Desember lalu, Hamas menerima proposal dari Mesir untuk membentuk komite dukungan komunitas guna mengelola wilayah Jalur Gaza pascaperang.

Mesir menjadi tuan rumah KTT darurat negara-negara Arab pada Selasa untuk merumuskan sikap Arab yang bersatu terkait isu Palestina serta mengajukan proposal balasan Arab terhadap rencana AS mengenai pemindahan penduduk Gaza.

Presiden AS Donald Trump berulang kali menyerukan untuk mengambil alih Jalur Gaza dan merelokasi penduduknya guna mengembangkan wilayah tersebut menjadi tujuan wisata.

Rencana tersebut ditolak dunia Arab dan banyak negara lainnya yang mengatakan hal itu sama saja dengan pembersihan etnis.

Hampir 48.400 warga Palestina telah terbunuh, sebagian besar perempuan dan anak-anak, serta lebih dari 111.000 lainnya terluka dalam perang brutal Israel di Gaza sejak Oktober 2023.

Serangan gencar tanpa henti yang menghancurkan wilayah kantong itu sempat dihentikan sementara melalui kesepakatan gencatan senjata dan pertukaran tahanan yang mulai berlaku pada 19 Januari lalu.

Israel menghentikan masuknya bantuan kemanusiaan ke Gaza pada Minggu (2/3/2025) setelah Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menolak memulai negosiasi tahap kedua dari kesepakatan gencatan senjata antara Tel Aviv dan Hamas.