Hambat Pemberantasan Korupsi, Pasal 8 Ayat 5 UU Kejaksaan Perlu Direvisi


Eks Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang mendukung rencana revisi UU Kejaksaan. Sebab, dia menilai banyak masalah yang muncul dalam kaitan upaya pemberantasan korupsi.

“Perlindungan yang diberikan kepada jaksa melalui izin dari Jaksa Agung ini, dapat menghambat proses penyelidikan dan penindakan kasus korupsi yang melibatkan jaksa, sehingga memperlambat upaya pemberantasan korupsi,” kata Saut kepada Inilah.com, Jakarta, Kamis (30/1/2025).

Saut menegaskan revisi UU tersebut perlu memastikan perlindungan terhadap yang tepat bagi para Jaksa. Perlindungan itu, katanya menambahkan tanpa mengorbankan transparansi, akuntabilitas, dan keadilan adalah tantangan yang kompleks.

“Oleh karena itu, penting untuk mengevaluasi dan merevisi ketentuan UU 11 tahun 2021 Pasal 8 Ayat 5 tersebut untuk menyeimbangkan perlindungan jaksa dengan prinsip-prinsip hukum yang adil dan transparan,” tuturnya.

Saut mengingatkan, revisi UU Kejaksaan harus sesuai dengan ‘Guidelines on the Role of Prosecutors’ yang diterbitkan oleh PBB dan ‘International Association of Prosecutors’ (IAP) yang memang harus mencakup detail detail tentang perlindungan jaksa dari intimidasi dan gangguan.

“Sebagaimana yang dicantumkan dalam penjelasan UU 11 tahun 2021 pada pasal 8 ayat 5 itu sendiri,” ujar Saut.

Jauh sebelum Saut bersuara, pengamat hukum Ade Adriansyah Utama pernah mendorong agar Pasal 30 Ayat 1 UU Kejaksaan memberi wewenang jaksa untuk bertindak dalam fungsi penyelidikan dan penyidikan, penuntutan, pelaksana putusan pengadilan, hingga pemberian jasa hukum. Kewenangan ini dinilai terlalu berlebihan sehingga menjadikan Korps Adhyaksa begitu powefull.

Menurutnya, kewenangan penyidikan kejaksaan dalam tindak pidana tertentu seharusnya ada pembatasan yang jelas. Sebab, sambungnya, bukan tidak mungkin wewenang jaksa sebagai penyidik akan membuat jaksa dapat sewenang-wenang dalam proses penyidikan.

“Bayangkan, dalam proses prapenuntutan atas penyidikan yang dilakukan jaksa dilakukan sekaligus sehingga tidak ada kontrol dari lembaga lain,” terangnya September lalu.

Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejagung) RI enggan berkomentar soal banyaknya kritikan menyoroti beberapa pasal dalam UU Kejaksaan. Salah satunya Pasal 8 Ayat 5 yang menyebutkan bahwa proses hukum terhadap jaksa harus melalui izin Jaksa Agung.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Harli Siregar, mengatakan pihaknya menyerahkan sepenuhnya keputusan untuk revisi aturan tersebut kepada DPR RI.

“Kami tidak dalam posisi itu (memastikan atau tidak) tetapi kami hanya menyampaikan norma secara universal,” kata Harli saat dihubungi Inilah.com di Jakarta, Kamis (30/1/2025).