Market

Hanya Bikin Macet, Pakar Motori Petisi Tolak Subsidi Kendaraan Listrik

Ketika pemerintah tengah menggodok subsidi pembelian kendaraan listrik, kalangan pakar transportasi justru mengeluarkan petisi menolak rencana tersebut.

Jelas sekali, program kendaraan listrik yang diusung pemerintah, justru menimbulkan banyak masalah baru. Mulai dari kemacetan, kerusakan lingkungan dan matinya bisnis transportasi.

Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi (INSTRAN), Deddy Herlambang selaku inisiator petisi penolakan subsidi kendaraan listrik Rp7 juta, membeberkan ‘mudharatnya’ rencana tersebut.

“Seperti kita ketahui bersama bahwa Pemerintah merencanakan akan memberikan subsidi pembelian kendaraan listrik sebesar Rp 7 juta untuk motor roda dua sampai 80 juta untuk mobil. Sebuah perencanaan konyol, masak orang kaya akan beli kendaraan malah disubsidi. Nomenklatur kita untuk subsidi biasanya diberikan bagi kelompok yang tidak mampu, namun kini ada subsidi untuk orang mampu guna beli kendaraan baru,” papar Deddy, Jakarta, dikutip Kamis (2/2/2023).

Oh, iya. Petisi itu tersemat dalam laman www.charge.org bertajuk ayo cabut rencana subsidi kendaraan listrik 7 juta, berikan yang lebih membutuhkan.

Kata Deddy, dengan adanya subsidi, justru menambah jumlah kendaraan yang mengaspal di jalanan. Alhasil, potensi kemacetan memebsar dan semakin parah khususnya di kota-kota besar. “Bila beli kendaraan listrik akan disubsidi, kita mau jalan lewat mana lagi? Data Bappenas 2021 secara nasional, pengguna kendaraan umum di bawah 20 persen, atau 80 persen lebih menggunakan kendaraan pribadi,” tuturnya.

Data JUTPI pada 2018 di Jabodetabek, lanjut Deddy, lebih bikin miris lagi. Pengguna angkutan umum massal tersisa 9 persen (bukan termasuk taksi). Sisanya yang 91 persen adalah pengguna kendaraan pribadi. “Idealnya modal share pengguna kendaraan angkutan umum massal (bukan taksi) 50 persen dan kendaraan pribadi 50 persen, sehingga arus lalu lintas lancar,” tuturnya.

Tanpa disubsidi, kata Deddy, pertumbuhan kendaraan berkisar 5–11 persen tiap tahun. Sementara pertumbuhan jalan hanya 0,01 persen per tahun. Bisa dibayangkan jika rencana subsidi kendaraan lsitrik dijalankan, pertumbuhan kendaraan bisa semakin menjulang. diparitas dengan pembangunan jalan semakin tinggi. “Hasilnya bakal macet. baru keluar rumah saja mungkin sudah macet. Ini kan tidak efisien sekali,” ungkapnya.

Siapa bilang kendaraan listrik tidak punya potensi merusak lingkungan? Sejak hulu hingga hilir, sudah terjadi. Nikel sebagai bahan baku utama baterai listrik adalah komoditas tambang. Untuk mendapatkannya, ratusan bahkan ribuan hektare hutan alam harus dirusak. Belum lagi industri pengolahan nikel, listriknya dari batubara yang mencemari udara.

Ketika sudah menjadi baterai pun berpotensi merusak lingkungan. Ketika tidak dipakai, mau dibuang ke mana baterai-baterai tersebut? Kalau sembarangan buang baterai itu sama halnya dengan mencemari lingkungan.

Yang lebih miris lagi, potensi praktik rente di balik kebijakan ini. Lantaran, sejumlah petinggi negara bermain di bisnis kendaraan listrik. Intinya, program ini hanya bikin kenyang pabrikan kendaraan, serta oknum kekuasaan yang mentalnya selalu dahaga cuan-cuan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button