Market

Harga Avtur dan Dolar AS Naik Tinggi, Bisnis Airlines di Ujung Tanduk

Ketika avtur dan nilai tukar (kurs) dolar AS semakin mahal, berdampak kepada tingginya biaya operasional maskapai. Sementara pendapatan pas-pasan, sudah banyak maskapai yang megap-megap.

Menteri Perhubungan (Menhub) Budi Karya Sumadi mengungkapkan sederet tantangan bagi industri penerbangan di tengah melandainya pandemi COVID-19 di Indonesia. Tantangan itu meliputi kenaikan harga bahan bakar pesawat, atau avtur dampak melonjaknya harga minyak dunia. Terpaksa maskapai mengurangi jumlah pesawat yang terbang.

Menhub Budi bilang, selama pandemi, sejumlah pesawat dari maskapai penerbangan yang tak mau disebut namanya, harus mengangur. Lantaran, neraca keuangan maskapai tersebut masih dirundung masalah. Seluruh operator sarana dan prasarana transportasi pun harus menyiapkan strategi sebagai langkah antisipasi menghadapi masa adaptasi baru pasca-pandemi. “Untuk itu, penting juga untuk diperhatikan adalah dukungan finansial bagi industri transportasi udara, yang saat ini mulai bangkit setelah hampir dua tahun terdampak pandemi,” ujar Menhub Budi, dikutip Kamis (1/7/2022).

President Director of Lion Air Group Daniel Putut Kuncoro mengeluhkan beratnya bisnis penerbangan Lion Air Group. Selain harga avtur mahal, pemantiknya adalah mahalnya dolar AS yang berdampak kepada semakin tingginya biaya perawatan pesawat.

Daniel menambahkan, selama masa pandemi hingga saat ini Lion Air sudah mulai bangkit seiring pelonggaran kebijakan-kebijakan mobilitas masyarakat. Dengan adanya dampak kurs dollar AS yang tinggi, perusahaan menilai saat ini biaya perawatan pesawat menjadi lebih tinggi.

“Namun komponen yang harus kita bayar seperti material, sparepart, termasuk transportasi dan logistiknya itu sangat mahal sekali karena kita harus bayar dengan mata uang dollar AS. Bahkan vendor atau penyedia material dan bahan untuk perawatan pesawat udara itu banyak yang tutup sehingga hukum pasar berlaku bahwa mereka menjual alat-alatnya menjadi lebih tinggi,” kata Daniel.

Selanjutnya dia mengusulkan adanya revisi Peraturan Menteri (PM) Nomor 20 Tahun 2019 tentang Tata Cara dan Formulasi Perhitungan Tarif Batas Atas Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri. Pasalnya aturan itu disebut sudah tidak sesuai dengan kondisi sekarang.

“PM 20 Tahun 2019 dikeluarkan saat sebelum pandemi Covid-19 sehingga banyak sekali revisi atau paling tidak review yang harus dilakukan, sehingga paling tidak cost operasional pesawat bisa kita reduce, karena alat utama bisnis penerbangan adalah pesawat,” sambungnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button