Market

Harga Minyak Global Meroket, Saat Tepat Pacu Produksi dalam Negeri

Konflik Rusia-Ukraina menyebabkan melejitnya harga komoditas energi dunia seperti minyak global. Pemerintah Indonesia perlu memanfaatkan momentum ini untuk menggenjot produksi komoditas energi domestik alias dalam negeri.

“Hal tersebut perlu agar Indonesia dapat mengurangi risiko defisit transaksi berjalan melalui peningkatan pendapatan dari sektor migas dan minerba,” kata Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto di Jakarta, Selasa (1/3/2022).

Menurut Mulyanto tingginya harga migas dunia adalah angin segar bagi iklim investasi sektor migas domestik. Ini sebelumnya sempat merosot karena terpaan isu energi baru terbarukan (EBT).

Untuk itu, ujar dia, kondisi ini juga merupakan kesempatan baik bagi industri migas untuk meningkatkan eksplorasi dalam rangka menggenjot produksi.

Dengan demikian, lanjutnya, maka peningkatan produksi minyak domestik secara langsung dapat mengurangi tingkat ketergantungan Indonesia pada impor BBM. Ini juga sekaligus menekan defisit transaksi berjalan di sektor migas.

Ia mengingatkan bahwa ekses produksi gas alam yang bertambah dapat meningkatkan kinerja ekspor komoditas energi ini. Ini lantaran harganya yang melambung, dalam rangka meningkatkan penerimaan devisa negara.

“Logika yang sama juga berlaku untuk komoditas batubara, yang akhir-akhir ini menjadi durian runtuh alias windfall profit bagi PNBP kita. Termasuk juga ekspor komoditas CPO,” paparnya.

Artinya, kata Mulyanto, melonjaknya harga energi dunia, akan menguras devisa kita untuk keperluan impor migas. Tapi, ini sebenarnya dapat terkompensasi dengan penerimaan ekspor komoditas energi lainnya, seperti batu bara, gas alam dan juga CPO.

Lonjakan Harga Minyak

Asal tahu saja, harga minyak di pasar internasional pada perdagangan Senin atau Selasa (1/3/2022) WIB melonjak di atas 100 dolar AS per barel, karena investor mulai memperhitungkan dampak sanksi terbaru negara-negara Eropa terhadap Rusia.

Minyak mentah Brent untuk pengiriman April tercatat naik 3,06 dolar atau 3,1 persen, menjadi 100,99 dolar per barel di London ICE Futures Exchange.

Sementara, West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman April bertambah 4,13 dolar AS, atau 4,5 persen, menjadi menetap di 95,72 dolar AS per barel di New York Mercantile Exchange.

“Kenaikan harga yang mencolok disebabkan oleh sanksi yang dikenakan pada Rusia oleh Barat, yang kemudian diperketat lagi secara signifikan pada akhir pekan,” Carsten Fritsch, analis energi di Commerzbank Research.

Amerika Serikat bersama dengan Eropa dan sekutu lainnya, mengeluarkan pernyataan bersama pada hari Sabtu (26/2/2022) yang mengatakan mereka akan menghapus beberapa bank Rusia dari Society Worldwide Interbank Financial Telecommunication (SWIFT) atau sistem pembayaran untuk sebagian besar transaksi keuangan internasional, sebagai tanggapan atas operasi militer Moskow yang sedang berlangsung di Ukraina.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button