Hangout

Heboh Jamur ‘Zombie’ Cordyceps, Kini Jadi Obat Termasuk untuk COVID

Jamur ‘zombie’ Cordyceps menjadi perhatian warganet setelah pemutaran film The Last of Us. Jamur yang menyebabkan kehancuran manusia dalam serial HBO ini berangkat dari fenomena jamur Cordyceps yang menginfeksi serangga. Apa sebenarnya jamur jenis ini dan benarkah bisa menginfeksi manusia?

Film ini juga dibintangi aktris senior Christine Hakim yang berperan sebagai Ibu Ratna, seorang ahli mikologi dari Universitas Indonesia yang putus asa setelah mengetahui terjadi infeksi Cordyceps antarmanusia. “Bom. Mulailah pengeboman, bom seluruh kota dan seluruh orang yang ada di dalamnya,” kata Ibu Ratna yang kemudian menangis dalam suatu adegan.

Apakah sebenarnya jamur Cordyceps ini dan apakah berbahaya? Mengutip BBC, saat ini terdapat enam juta jenis jamur, dan 400 di antaranya adalah jenis jamur Cordyceps yang sebagian besar ada di Asia. Beberapa di antaranya mampu menginfeksi tubuh dan otak serangga, mengeluarkan zat halusinasi serta menjadikan serangga lebih lapar dan lebih aktif mencari pasangan. Kemudian mati.

Kreator The Last of Us, Neil Druckmann, dikabarkan terinspirasi oleh video alam yang menunjukkan jamur, Ophiocordyceps unilateralis, menginfeksi semut peluru. Jamur ini kemudian tumbuh di kepala semut peluru itu dalam waktu tiga minggu. Fenomena pada serangga ini yang kemudian diimajinasikan terjadi dalam kehidupan manusia pada film ini.

Dalam The Last of Us diceritakan, akibat pemanasan suhu yang disebabkan oleh perubahan iklim, jamur mengambil alih dunia dan mengubah manusia menjadi zombie yang dikendalikan oleh parasit. “Dengan cara yang fantastis, hubungan logisnya ada, tetapi kemungkinan besar tidak akan terjadi dalam kehidupan nyata,” kata Ian Will, ahli genetika jamur di University of Central Florida, tempat semut zombie ini dapat ditemukan, mengutip National Geographic.

Cordyceps memang menyebabkan gejala seperti zombie pada serangga. Tanda-tanda pertama infeksi pada serangga adalah perilaku yang tidak menentu dan tidak normal. Para ilmuwan mengira parasit itu mengambil kendali fisik inangnya dengan menumbuhkan sel jamur di sekitar otak yang membajak sistem saraf serangga untuk mengendalikan ototnya. Belum jelas persis bagaimana melakukannya, apakah dengan melepaskan bahan kimia atau mengubah DNA serangga.

Jamur Cordyceps

Hanya saja, tidak seperti di game dan pertunjukan film, Cordyceps tidak akan mengubah Anda menjadi zombie. Artinya tidak akan menginfeksi manusia. Yakin? Agar jamur berpindah ke hewan berdarah panas mana pun, diperlukan kerja evolusi yang serius. “Jika jamur benar-benar ingin menginfeksi mamalia, diperlukan jutaan tahun perubahan genetik,” ujar João Araújo, pakar jamur parasit di New York Botanical Garden.

Setiap spesies jamur pencipta zombie berevolusi untuk menyesuaikan dengan serangga tertentu, jadi galur unik memiliki sedikit efek pada organisme kecuali yang berevolusi untuk menginfeksi. Misalnya, Cordyceps yang berevolusi untuk menginfeksi semut di Thailand tidak dapat menginfeksi spesies semut yang berbeda di Florida.

“Jika melompat dari spesies semut sulit, untuk melompat ke manusia—itu pasti sci-fi (fiksi ilmiah),” tambah Will. “Tapi gagasan (dalam film itu) bahwa suhu berperan dalam infeksi jamur tentu masuk akal.”

Bagaimana jamur ini menyebar? Jamur dibawa melalui udara oleh spora yang mendarat dan menginfeksi serangga yang tidak beruntung. Dalam versi game The Last of Us, gigitan dari zombie juga kemudian menularkan infeksi tersebut.

Meskipun infeksi jamur biasanya tidak ditularkan melalui gigitan, beberapa infeksi jamur, seperti Sporotrichosis, terjadi setelah duri pada pohon pinus menjadi media masuknya spora ke bawah kulit seseorang. Dalam dunia fiktif zombie dalam serial HBO itu, gigitan adalah satu-satunya metode penularan jamur, menghilangkan ancaman spora di udara.

Digunakan untuk pengobatan

Cordyceps telah lama dipelajari oleh komunitas ilmiah dan saat ini dapat ditemukan di sejumlah suplemen kesehatan. Jamur ini di Tibet dikenal sebagai ‘cacing musim dingin, rumput musim panas’, atau ‘jamur ulat’ (Yartsa gunbu). Sementara di Nepal, orang mengumpulkan Ophiocordyceps dan menjadi sumber pendapatan penting bagi rumah tangga lokal.

Cordyceps sebenarnya sudah sejak lama dikembangkan sebagai obat herbal oleh perusahaan asal Taiwan di dalam sebuah pabrik di Indonesia. Ada dua jenis jamur ini yakni Cordyceps militaris dan Cordyceps sinensis yang dibudidayakan dan dikemas dalam bentuk kapsul herbal sehingga mudah dikonsumsi.

Guru Besar Fakultas MIPA dan Pakar Biomolekuler Universitas Brawijaya, Widodo, dalam sebuah webinar juga sempat mengungkapkan bahwa jamur Cordyceps mengandung 3 bahan aktif yang berfungsi sebagai antiviral. Sehingga dapat berfungsi untuk menghambat dan merusak replikasi virus, anti inflamasi untuk mengobati peradangan, dan imunoregulator (meningkatkan dan mengembalikan sistem imunitas tubuh menjadi normal), mengurangi gangguan pernapasan, serta antioksidan. “Jamur ini memiliki tiga senyawa aktif, cordycepin, adenosin, dan polisakarida,” tuturnya.

Jamur ini pun cocok sebagai obat COVID-19, setelah dilakukan uji klinis. Bahkan ia mengandung keunggulan dibandingkan herbal lain dan vitamin. Dari penelitian, Cordyceps terbilang relatif aman digunakan untuk jangka waktu yang lama.

Sejumlah penelitian ilmiah yang dipublikasikan dalam jurnal-jurnal internasional menyebutkan khasiat Cordyceps yang di antaranya adalah untuk memperkuat daya tahan tubuh, melindungi organ vital seperti jantung, serta menurunkan gula darah dan kolesterol serta mencegah tumbuhnya sel-sel kanker.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button