News

Hembuskan Opini Kriminalisasi, MAKI Sebut Mardani H Maming Mulai ‘Ketakutan’

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritisi Mardani H Maming yang terus membangun opini dikriminalisasi atas pencekalan dan status tersangka dari KPK.

Terkait penyidikan KPK atas dugaan korupsi pengalihan Izin Usaha Pertambangan saat Mardani H Maming menjabat Bupati Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan, Kalsel. “Jadi, menurut saya tidak pas kalau Mardani H Maming mengatakan dikriminalisasi. Dia pernah menjadi bupati dua periode. Dia disumpah untuk menjalankan undang-undang yang berlaku di Indonesia,” kata Boyamin, Jakarta, Rabu (22/6/2022).

Artinya, kata Boyamin, undang-undang yang berlaku, maka saat ini KPK dalam melakukan cekal dan menetapkan seseorang menjadi tersangka, juga sedang menjalankan undang-undang yang berlaku.

Seperti diketahui, KPK melalui surat bernomor R-1334 telah mengajukan permohonan larangan bepergian ke luar negeri untuk Mardani H Maming (41) dan adiknya Rois Sunandar Maming (38) kepada Direktur Pengawasan dan Penindakan Keimigrasian Kemenkumham RI.

KPK beralasan sedang melakukan penyidikan perkara tindak pidana korupsi terhadap tersangka Mardani H Maming terkait pemberian IUP di Kabupaten Tanah Bumbu, saat bupati dijabat Mardani H Maming pada periode 2010-2018.

Perkara hukum yang menyeret Mardani H Maming menjadi perhatian publik. Tak lagi jadi bupati, Mardani H Maming, kini menjabat sejumlah posisi bergengsi. Yakni, Bendahara Umum (Bendum) PBNU, Ketua Umum BPP HIPMI dan Ketua DPD PDI Perjuangan Kalsel.

“Lha sementara KPK kan juga menjalankan UU yang sedang berlaku, di mana mungkin menurut KPK sudah ada barang bukti, ada unsur. Bahkan mungkin lebih jauh lagi, KPK menganggap ada mens rea (sikap batin pelaku saat melakukan perbuatan atau niat jahat),” tambahnya.

Boyamin tegas mengaku tidak sependapat dengan istilah kriminalisasi. Dia mencontohkan kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar, di mana Boyamin menjadi koordinator kuasa hukumnya.

“Saat membela Pak Antasari Azhar saja, saya tetap menganggapnya bukan kriminilasisi. Bahwa jika dianggap ada proses tidak cukup bukti, tidak memenuhi unsur, ya kita bawa ke pengadilan. Saya berjuang di pengadilan untuk membela Pak Antasari Azhar,” katanya.

“Dan setidaknya Pak Antasari dari hukuman 18 tahun penjara hanya menjalani 6,5 tahun. Nah itu proses-proses mematuhi hukum. Jadi saya paling tidak setuju istilah kriminalisasi,” tegasnya.

Oleh sebab itu, menurut Boyamin, tidak ada istilah kriminalisasi dan sudah seharusnya semua orang patuh terhadap proses hukum yang sedang terjadi di penegak hukum, baik polisi, jaksa, atau KPK.

“Kita ikuti saja. Nanti kalau tidak bersalah kan bakal diputus tidak bersalah. Pengadilan merupakan sarana terbaik untuk membela diri karena di sana hakim belum tentu memutus bersalah. Banyak kok yang diputus bebas. Kalau Mardani H Maming yakin tidak bersalah, ya dia seharusnya yakin bakal diputus bebas. Itu yang utama,” tambahnya.

Hal kedua, lanjut Boyamin, Mardani H Maming bisa mengajukan upaya praperadilan. Apabila dia menilai penetapan tersangka tidak sah.

“Jadi diikuti saja dan dipatuhi. Menurut saya tidak perlu ngeles ke sana, ke mari. Justru kalau ngeles ke sana, ke mari itu bentuk ‘ketakutan’. Jadi patut kita kritiklah pernyataan Maming yang menyebut dikriminalisasi,” tambahnya.

Terkait perkara yang dihadapi Mardani, Boyamin mengingatkan kesaksian Christian Soetio, Direktur PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) yang juga adik Almarhum Henri Soetio, Dirut PT PCN, di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, terkait transfer Rp89 miliar dari PCN yang menerima pengalihan IUP ke dua perusahaan yang diduga terafiliasi Mardani H Maming. Yakni, PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP).

“Kalau buka-bukaan materi perkara, kita bisa disuksikan semua. Dalilnya Maming kan tidak ada kaitannya, tapi kan bisa saja dua perusahaan yang menerima duit dari perusahaannya Henri Soetio itu perusahaan siapa? Atas dasar kesepakatan apa (terima Rp89 miliar)? Kerja sama atau investasi?” tanya Boyamin.

Menurut Boyamin, KPK tampaknya mampu merumuskan sesuai pasal-pasal UU Pemberantasan Tipikor dan juga minimal terpenuhinya dua alat bukti, yaitu saksi maupun dokumen.

“Jadi sebaiknya ya diikuti dan dipatuhi. Bahkan kalau perlu Maming minta prosesnya dipercepat supaya bisa segera terbuka di pengadilan,” pungkasnya.

Sebelumnya, Mardani H Maming telah buka suara terkait tindakan hukum KPK yang menjadikannya tersangka. Dia merasa dirinya dikriminalisasi.

Mardani bahkan menuding adanya mafia hukum di Indonesia. Dia meminta negara tidak boleh kalah oleh mafia hukum.

“Negara ini tidak boleh kalah dengan mafia hukum, anak muda harus bersatu melawan ini semua. Hari ini giliran saya dikriminalisasi, yang akan datang bisa jadi giliran Anda. Sudah banyak yang menjadi korban,” kata Maming dalam pernyataan resmi tim mdia HIPMI yang dikutip Selasa (21/6/2022).

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button