Herry Jung Tersangka Suap PLTU Cirebon Mangkir dari Panggilan KPK


General Manager Hyundai Engineering and Construction, Herry Jung (HJ), mangkir dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, hari ini.

Herry Jung seharusnya diperiksa dalam kapasitasnya sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait perizinan dan properti di Kabupaten Cirebon. Kasus ini berkaitan dengan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) di wilayah tersebut.

“Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama HJ, swasta,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Jumat (9/5/2025).

Budi menjelaskan, Herry Jung, melalui kuasa hukumnya, meminta penjadwalan ulang. Informasi mengenai jadwal baru pemeriksaan akan disampaikan nanti.

“HJ melalui PH-nya menyampaikan surat permohonan penundaan dan penjadwalan ulang pemeriksaannya,” ucap Budi.

Diketahui, Herry Jung telah ditetapkan sebagai tersangka bersama Direktur Utama PT Kings Property Indonesia, Sutikno, pada 15 November 2019. Hingga kini, Herry Jung belum ditahan, sementara Sutikno telah mendekam di penjara.

Keduanya dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b, atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Dalam konstruksi perkara, Herry Jung diduga memberikan suap sebesar Rp6,04 miliar kepada Sunjaya, terkait perizinan pembangunan PLTU 2 oleh PT Cirebon Energi Prasarana (CEPR). Jumlah tersebut merupakan bagian dari komitmen awal sebesar Rp10 miliar.

Sementara itu, Sutikno diduga memberikan suap sebesar Rp4 miliar kepada Sunjaya untuk pengurusan perizinan yang melibatkan PT Kings Property Indonesia.

KPK memastikan penyidikan kasus dugaan suap terkait perizinan pembangunan PLTU di Cirebon masih terus berjalan, meskipun telah bergulir selama lebih dari lima tahun.

Keseriusan KPK terlihat dari pemanggilan dua saksi dari mantan jajaran direksi PT CEPR, yakni Teguh Haryono alias TH (swasta, eks Direktur Corporate Affairs PT CEPR) dan Heru Dewanto alias HD (swasta, eks Presiden Direktur PT CEPR), pada Jumat (2/5/2025).

Lambatnya penanganan kasus ini antara lain disebabkan oleh kendala manajemen perkara. Salah satunya adalah keterbatasan sumber daya manusia, di mana satuan tugas penyidikan harus menangani hingga tujuh perkara sekaligus di berbagai daerah. Selain itu, beberapa perkara mendesak karena tersangkanya telah ditahan dan batas waktu penahanan hanya sekitar 60 hari sebelum dilimpahkan ke pengadilan.