News

Menuju Bonus Demografi, Publik Diingatkan Harus Beradaptasi dengan Dunia Digital


Staf Khusus Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Ravik Karsidi mendorong publik bisa beradaptasi dengan dunia digital.

“Sekarang ini, kita sepakat sedang berada di dalam suasana kebudayaan digital. Bahkan mungkin di antara kita bisa dipilahkan menjadi dua, pertama digital native dan digital imigrant,” kata Ravik dalam Seminar Nasional bertajuk ‘Kepeloporan Generasi Digital Menyongsong Indonesia Maju’ di Gedung Heritage Kementerian Koordiantor PMK, Jakarta Pusat, Kamis (21/12/2023).

Ia menjelaskan, digitalisasi menjadi kekuatan utama dalam membawa negara menuju perubahan dunia. Terlebih, Indonesia juga harus mampu memanfaatkan bonus demografi dengan usia produktif sekitar 70 persen.

“Bahkan kita diprediksi akan menjadi pemilik kekuatan ekonomi terbesar ketujuh di dunia, salah satu variabelnya adalah bagaimana kita mampu beradaptasi dengan dunia digital ini,” ujarnya.

“Catatan orang seperti saya, dulu menguasai baca, tulis, hitung (calistung) cukup, tapi sekarang tuntutan ada yang disebut literasi yang menuntut literasi data, teknologi, dan lain-lain,” lanjutnya.

Bonus demografi tersebut dihadapi Indonesia mulai tahun 2030 hingga 2040 mendatang.

Meski begitu, Ravik mengingatkan, agar kemampuan teknologi tetap beriringan dengan nilai Pancasila. Ia menyebutnya sebagai literasi humanitas.

“Kita boleh menguasai semua, tapi literasi humanitas harus juga berada di sampingnya menjadi stau kesatuan, apa itu? Barangkali kebudayaan dan religiusitas, yang ujungnya kita punya Pancasila yang menjadi bagian humanitas,” terangnya.

“Keseimbangan jadi penting dan hari ini banyak praktik yang menyimpang, ada hoaks, menggunakan hal-hal yang mestinya tidak perlu digunakan dan sebagainya,” ujar Ravik menambahkan.

Ravik menyebut, Kementerian Koordinator PMK sendiri punya program khusus dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), yakni mengkoordinasikan gerakan nasional revolusi mental.

“Rupanya jalannya tersendat-sendat, tapi kalau kita tarik pada nilai ada tiga saja. Pertama etos kerja yang kuat, kedua kebersamaan atau gotong royong, ketiga adalah integritas yang terbagi menjadi dua, kata dan perbuatan,” jelasnya.

Ravik memandang, jika masyarakat mampu mengubah cara berpikir, bekerja, dan hidup dalam suasana digital dan disandingkan dengan tiga nilai tadi, maka bangsa ini akan kuat.

“Insya Allah bangsa ini akan selamat tidak menjadi bangsa yang diombang-ambingkan bahkan sangat didikte oleh asing,” kata Ravik menegaskan.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Back to top button