Kanal

Hukuman Mati Dinilai Tak Membangun Peradaban Hukum

Mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai tuntutan hukuman mati tidak mencerminkan pembangunan peradaban hukum yang berkelanjutan.

Ini terkait dengan tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa kasus Korupsi PT Asabri oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung.

“Sejarah menunjukkan hukuman mati tidak membangun peradaban hukum yang sustain. Sebaiknya dihukum sesuai hukum positif kita, misalnya seumur hidup penjara atau hukuman maksimal lainnya,” ujarnya.

Saat ditanya apakah hukuman mati bisa menjadi solusi menghentikan aksi korupsi di Indonesia, Saut menyinggung soal Corruption Perception Index (CPI) atau Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada di posisi rendah yaitu di angka 37.

“Kerjaan memati-matikan koruptor itu hanya seperti menembak segerombolan orang jahat yang sedang melakukan aksi, anggota kelompok yang lain kabur dan tiarap sementara untuk kemudian beraksi lagi kapan-kapan,” katanya.

Sebelumnya aktivis HAM dan praktisi hukum Haris Azhar menjelaskan pelaksanaan hukuman mati tidak bisa diterapkan sementara institusi penegak hukum masih transaksional.

“Kita tahu bahwa kualitas kerja institusi penegak hukum dan aparatnya masih banyak celah negatif. Hukuman mati jangan dijadikan gaya-gayaan atau dianggap sebagai prestasi yang bisa dibanggakan, karena ini menyangkut nyawa seseorang,” tambahnya.

Beri Komentar (menggunakan Facebook)

Anton Hartono

Jurnalis yang terus belajar, pesepakbola yang suka memberi umpan, dan pecinta alam yang berusaha alim.
Back to top button